Arsip untuk April 2010

EUTHANASIA DAN AGAMA BUDDHA

April 22, 2010

EUTHANASIA DAN AGAMA BUDDHA

Euthanasia adalah suatu tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan mahluk yang sakit parah maupun mahluk dalm kondisi koma dan mempunyai kemungkinan kecil untuk sembuh. Dalam bidang kedokteran, euthanasia boleh dilakukan dengan alasan yang kuat misalnya atas keinginan pribadi dari orang yang ingin di euthanasia. Bila euthanasia dilakukan harus ada persetujuan dulu dari keluarga yang bersangkutan. Biasanya euthanasia dilakukan pada seseorang yang mengalami penyakit yang sudah parah maupun dalam kondisi koma dan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada jalan lain. Misalnya seseorang mempunyai penyakit yang sangat parah, tidak ada kemungkinan untuk sembuh dan sangat menderita maka dengan terpaksa melakukan aborsi karena tidak tega melihat orang tersebut menderita. Dalam keadaan masyarakat secara umum euthanasia dapat dilakukan dengan alasan tidak ada cara lain selain melakukan euthanasia.

Dalam sudut pandang Buddhis, kasus euthanasia seharusnya tidak boleh dilakukan karena merupakan suatu pembunuhan yang menyebabkan karma buruk. Agama Buddha menanggapi masalah euthanasia antara setuju dengan tidak setuju. Alasan tidak boleh dilakukannya euthanasia adalah kita sebagai umat Buddha tidak boleh membunuh, adanya kemungkinan untuk sembuh bagi orang yang menderita penyakit maupun yang sedang dalam keadaan koma. Kita harus merawat dengan sekuat tenaga terhadap keluarga kita yang mengalami penyakit yang parah maupun dalam keadaan koma. Misalnya orang yang sakit yang ingin dieuthanasia saja karena sudah tidak tahan dengan sakit yang dideritanya, maka kita sebagai keluarganya tidak memperbolehkan hal tersebut karena hal tersebut adalah bunuh diri. Misalnya orang tersebut jadi melakukan euthanasia maka akan menambah karma buruknya sendiri karena ia menyuruh seseorang untuk membunuh dan ia melakukan bunuh diri. Kasus euthanasia banyak dilakukan dengan alasan ekonomi karena pihak keluarga tidak mempunyai uang yang cukup untuk merawat orang yang sedang menderita penyakit yang parah maupun yang mengalami koma. Orang yang sakit tersebut misalnya dirawat dirumah sakit dalam waktu yang lama. Keluarga sudah tidak sanggup membayar biaya dirumah sakit dan sudah tidak ada orang yang membantu maka seharusnya dibawa kerumah dan dirawat dirumah karena tidakl mempunyai biaya. Keluarga tidak boleh melakukan euthanasia tetapi harus merawatnya dengan sekuat tenaga meskipun orang yang sakit sudah sangat menderita. Ada kasus misalnya orang dirumah sakit dalam kondisi koma dan sangat tergantung pada peralatan medis. Keluarganya tidak bisa lagi menanggung biayanya bila peralatan medisnya dicabut maka ia akan mati. Hal tersebut yang mengharuskan untuk melakukan euthanasia karena keadaan tersebut.

Kasus euthanasia sering dilakukan dengan alasan ekonomi. Kita sebagai umat Buddha seharusnya menghindari euthanasia karena merupakan pembunuhan. Terlebih lagi misalnya orang tua kita sendiri yang akan kita euthanasia, hal tersebut adalah suatu karma buruk yang sangat berat dan mengakibatkan lahir dialam neraka. Euthanasia boleh dilakukan dalam keadaan yang sangat tidak menguntungkan. Contohnya dalam kasus diatas orang yang dalam kondisi koma yang tergantung pada peralatan medis. Kita sebagai umat Buddha sebisa mungkin menghindari euthanasia. Kita harus berusaha semaksimal mungkin merawat keluarga kita yang mengalami penyakit yang sangat parah dan mengalami koma tanpa melakukan euthanasia.

PANDANGAN AGAMA BUDDHA TENTANG ABORSI

April 22, 2010

PANDANGAN AGAMA BUDDHA TENTANG ABORSI

PABDANGAN AGAMA BUDDHA TENTANG ABORSI

Dalam perkembangan dunia saat ini, masalah sosial mulai muncul sebagai masalah yang sangat komplek. Kehidupan sosial kemasyarakatan sering dihadapkan pada permasalahan yang serius. Kita akan membahas masalah aborsi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Aborsi yaitu pengguguran kandungan karena berbagai alasan. Aborsi pada dasarnya malanggar hak setiap manusia untuk hidup. Aborsi yang dilakukan oleh manusia sering kali dilakukan oleh anak-anak muda yang melakukan hubungan seks bebas sebelum menikah tanpa memperhitungkan akibat yang akan ditimbulkan. Anak muda yang melakukan hubungan kelamin secara bebas akan menimbulkan dampak yang negatif karena pasangan wanitanya bisa hamil. Hal tersebut yang membuat kebingungan dari pasangan muda tersebut karena dalam usia yang masih muda mereka akan menjadi orang tua, belum mempunyai perekonomian yang mapan, dan lain sebagainya karena alasan tersebut maka pasangan wanita akan melakukan aborsi.

Selain aborsi yang dilakukan oleh anak muda juga dilakukan oleh ibu yang telah mengandung karena berbagai alasan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan aborsi bisa dilakukan dengan alasan bayi dalam kandungan dapat mempengaruhi kesehatan ibu bahkan dapat mengancam keselamatan nyawa ibu. Dalam kasus pemerkosaan, abosi dapat dilakukan karena dapat mengganggu kesehatan mental si ibu. Janin didalam kandungan dalam kondisi abnormal serta seorang ibu yang terkena penyakit HIV/AIDS, maka aborsi bisa dilakukan. Dari faktor sosial ekonomi, seorang ibu bisa melakukan aborsi, misal ibu tersebut tidak mempunyai cukup uang untuk menghidupi calon bayi dan mempengaruhi kehidupan si bayi nantinya. Serta dalam suatu negara yang mempunyai populasi yang sangat cepat, aborsi mungkin dilakukan untuk menghindari pertambahan penduduk yang cepat. Hal-hal tersebut yang menjadi alasan mengapa aborsi diperbolehkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dari sudut pandang Buddhis aborsi bisa di toleransi dan dipertimbangkan untuk dilakukan. Agama Buddha, umat Buddha terdiru dari dua golongan yaitu pabbajita dan umat awam. Seorang pabbajita mutlak tidak boleh melakukan aborsi karena melanggar vinaya yaitu parajjika. Tetapi sebagai umat awam aborsi boleh dilakukan dengan alasan yang kuat. Misal janin dalam kandungan dalam kondisi abnormal yang dapat membahayakan kesehatan ibu bahkan dapat mengancam keselamatan ibu. Aborsi dalam agama Buddha merupakan suatu pembunuhan yang tidak diperbolehkan yang dapat menimbulkan karma buruk. Tetapi agama Buddha tidak melarang secara multak orang yang melakukan aborsi. Dengan alasan yang sangat kuat aborsi dapat dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Hal terbaik untuk tidak melakukan aborsi adalah menghindari terjadinya aborsi misal tidak melakukan hubungan seks bebas yang bisa memungkinkan terjadinya aborsi. Dalam kasus lain yang tidak dapat dihindari untuk terjadinya aborsi boleh dilakukan dengan alasan tidak ada cara lain yang terbaik dan dengan alasan yang sangant kuat. Aborsi boleh dilakukan dengan kondisi yang sangat sulit akan tetapi seminimal mungkin untuk menghindari terjadinya aborsi karena dalam agama buddha aborsi merupakan suatu pembunuhan yang tidak diperbolehkan karena menghilangkan nyawa suatu mahluk yang mengakibatkan karma buruk.

IKTISAR TRIPITAKA

April 19, 2010

IKTISAR TRIPITAKA

Vinaya – Pitaka
1. Suttavibhan ga
2. Khandhaka – khandhaka
3. Parivara

Sutta – Pitaka


1. Digha – Nikaya
2. Majjhima – Nikaya
3. Samyutta – Nikaya
4. Anguttara – Nikaya
5. Khuddaka – Nikaya

Abhidhamma-Pitaka
1. Dhammasanga ni
2. Vibhanga
3. Dhatukatha
4. Puggalapaññatti
5. Kathavatthu
6. Yamaka
7. Patthana

VINAYA PITAKA

Aturan-aturan disiplin yang disusun dalam dua himpunan berdiri sendiri, yang kemudian mendapat penambahan.

l.  Suttavibhanga.
Penggolonga n pelanggaran dalam delapan kelompok dimulai dengan empat aturan parajika mengenai pelanggaran-pelanggaran yang dapat menyebabkan seorang bhikkhu dikeluarkan dari Sangha. Pelanggaran-pelanggaran ini meliputi pelanggaran seks, pencurian, pembunuhan dan pembujukan untuk membunuh diri, kesombongan palsu akan kemampuan gaib diri sendiri.
Aturan-aturan ini berjumlah 227. Seluruhnya sama dengan peraturan-peraturan Patimokkha yang diucapkan pada pertemuan Uposatha dari Sangha. Bagian ini dilanjutkan dengan Bhikkhuni-suttavibhanga, suatu rangkaian aturan untuk para bhikkhuni.

ll. Khandhaka-khandhaka, yang disusun dalam dua seri.
1.    Mahavagga
1. Khandhaka-khandhaka, yang disusun dalam dua seri.
2. Aturan-aturan untuk memasuki Sangha.
3. Pertemuan Uposatha dan pengucapan Patimokkha.
4. Tempat tinggal selama musim hujan (vassa).
5. Upacara penutupan musim hujan (Pavarana).
6. Aturan untuk menggunakan pakaian dan perabot hidup.
7. Upacara Kathina, pembagian jubah tahunan.
8. Bahan jubah, aturan tidur dan aturan bagi bhikkhu yang sedang sakit.
9. Cara menjalankan keputusan oleh Sangha.
10.Cara menyelesaik an perselisiha n dalam Sangha.

2. Cullavagga
1. Aturan-aturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran yang dihadapkan kepada Sangha.
2. Penerimaan kembali seorang bhikkhu.
3. Aturan-aturan untuk menyelesaik an masalah-masalah yang timbul.
4. Berbagai aturan untuk mandi, berpakaian, dan lain-lain.
5. Tempat tinggal, perabot, penginapan-penginapan.
6. Perpecahan.
7. Perlakuan pada berbagai golongan bhikkhu dan kewajiban para guru dan samanera.
8. Pengucilan dari Patimokkha.
9. Pentahbisan dan petunjuk bagi para bhikkhuni.
10.Sejarah Sidang Agung pertama di Rajagaha.
11.Sejarah Sidang Agung kedua di Vesali.

lll. Parivara.
Ringkasan dan penggolonga n aturan-aturan. Aturan-aturan dalam Suttavibhan ga dan Khandhaka-khandhaka disertai cerita mengenai terjadinya aturan ini. Beberapa di antaranya benar-benar formal, yang semata-mata menunjukkan bahwa bhikkhu atau sekelompok bhikkhu telah melakukan pelanggaran atau mengikuti kebiasaan tertentu yang karenanya Sang Buddha menetapkan suatu keputusan. Akan tetapi, cerita-cerita nyata dimasukkan teristimewa dalam Mahavagga dan Cullavagga, serta khotbah-khotbah dari Nikaya-nikaya.
Aturan-aturan penerimaan dalam Sangha didahului oleh cerita mengenai kejadian setelah mencapai penerangan, awal pembabaran Dhamma dan penerimaan siswa-siswa pertama. Cerita mengenai Rahula diberikan sehubungan dengan syarat-syarat yang diperlukan untuk penerimaan, dan aturan-aturan mengenai perpecahan adalah cerita tentang komplotan Devadatta.

SUTTA PITAKA

Digha Nikaya

Pembagian khotbah-khotbah panjang disusun dalam tiga vagga atau rangkaian. Dalam koleksi yang sama dalam bahasa Cina ada tiga puluh khotbah, yang dua puluh enam di antaranya telah dipersamaka n oleh Anesaki dengan versi Pali. Khotbah-khotbah yang dianggap berasal dari para siswa diberi tanda asterik (*).

SILAKANDHA-VAGGA
(Rangkaian ini berisikan hal mengenai tata susila. Dalam setiap bagiannya dimasukkan tulisan yang dikenal sebagai Sila, daftar berbagai jenis perbuatan susila).

1. Brahmajala-sutta. “Jala Brahma”.
Sang Buddha bersabda bahwa beliau mendapat penghormata n bukan semata-mata karena kesusilaan, melainkan karena kebijaksana an yang mendalam yang beliau temukan dan nyatakan. Beliau memberikan sebuah daftar berisi enam puluh dua bentuk spekulasi mengenai dunia dan pribadi dari guru-guru lain.

2. Samaññaphala-sutta. “Pahala yang dimiliki oleh setiap pertapa”.
Kepada Ajatasattu yang berkunjung pada Sang Buddha, beliau menerangkan keuntungan menjadi seorang bhikkhu, dari tingkat terendah sampai tingkat Arahat.

3. Ambattha-sutta.
Percakapan antara Sang Buddha dengan Ambattha mengenai kasta, yang sebagian memuat cerita tentang raja Okkaka, leluhur Sang Buddha.

4. Sonadanda-sutta.
Percakapan dengan Brahmana Sonadanda mengenai sifat-sifat Brahmana sejati.

5. Kutadanta-sutta.
Percakapan dengan Brahmana Kutadanta tentang ketidaksetu juan terhadap penyembelih an binatang untuk sajian.                                                                                                                                                                           6. Mahali-sutta.
Percakapan dengan Mahali mengenai penglihatan gaib. Yang lebih tinggi daripada ini ialah latihan menuju kepada pengetahuan sempurna.

7. Jaliya-sutta.
Perbincanga n apakah jiwa sama dengan badan jasmani, suatu persoalan yang tidak diterangkan dan dianggap tidak tepat bagi seorang yang mengikuti latihan sebagai bhikkhu.

8. Kassapasiha nada-sutta.
Percakapan dengan seorang pertapa telanjang Kassapa tentang tidak bermanfaatn ya menyiksa diri.

9. Potthapada-sutta.
Perbincanga n dengan Potthapada mengenai jiwa; Sang Buddha menolak memberi jawaban karena persoalan ini tidak membawa kepada penerangan dan Nibbana.

10.* Subha-sutta.
Pelajaran tentang cara melatih diri yang diberikan oleh Ananda kepada siswa Subha tidak lama setelah Sang Buddha mangkat.

11. Kevaddha-sutta.
Sang Buddha menolak permintaan seorang bhikkhu untuk mempertunju kkan kegaiban. Beliau hanya menyetujui kegaiban dari ajaran. Cerita tentang seorang bhikkhu yang mengunjungi para dewa untuk mencari jawaban atas suatu masalah dan dipersilahk an menghadap Sang Buddha.

12. Lohicca-sutta.
Percakapan dengan Brahmana Lohicca mengenai kewajiban seorang guru untuk memberi bimbingan.

13. Tevijja-sutta.
Tentang ketidakbena ran pelajaran ketiga Veda untuk menjadi anggota kelompok dewa-dewa Brahma.

MAHA – VAGGA

14. Mahapadana-sutta.
Penjelasan Sang Buddha mengenai enam orang Buddha yang sebelumnya dan beliau sendiri, mengenai masa-masa mereka muncul, kasta, susunan keluarga, jangka kehidupan, pohon Bodhi, siswa-siswa utama, jumlah pertemuan, pengikut, ayah, ibu, dan kota dengan sebuah khotbah kedua mengenai Buddha Vipassi dari saat meninggalka n surga Tusita hingga saat permulaan memberi pelajaran.

15. Mahanidana-sutta.
Mengenai rantai sebab musabab yang bergantunga n dan teori-teori tentang jiwa.

16. Maha-Parinibbana-sutta.
Cerita tentang hari-hari terakhir dan kemangkatan Sang Buddha, serta pembagian relik-relik.

17. Mahasudassa na-sutta.
Cerita tentang kehidupan lampau Sang Buddha sebagai Raja Sudassana, dituturkan oleh Sang Buddha menjelang akhir hayatnya.

18. Janavasabha-sutta.
Sambungan khotbah kepada rakyat Nadika, sebagaimana diberikan pada No. 16, di mana Sang Buddha mengulangi cerita yang beliau peroleh dari Yakkha Javanasabba .

19.  Maha-Govinda-sutta.
Pañcasikha pemusik dari surga menghadap Sang Buddha dan menceritaka n kunjunganny a ke surga di mana ia bertemu dengan Brahma Sanamkumara yang mengisahkan cerita Mahagovinda . Pancasikha bertanya kepada Sang Buddha apakah beliau ingat akan cerita ini dan Sang Buddha berkata bahwa beliau sendirilah Mahagovinda itu.

20. Maha-Samaya-sutta.
Khotbah mengenai Pertemuan Agung. Para dewa dari Sukavati mengunjungi Sang Buddha, yang menyebutkan mereka dalam sebuah syair berisi 151 baris.

21. Sakkapañha-sutta.
Dewa Sakka mengunjungi Sang Buddha, menanyakan sepuluh persoalan, dan mempelajari kesunyataan bahwa segala sesuatu yang timbul akan berakhir dengan kemusnahan.

22. Maha-Satipatthana-sutta.
Khotbah mengenai empat macam meditasi (mengenai badan jasmani, rangsangan indria, perasaan, pikiran) disertai penjelasan mengenai Empat Kesunyataan .

23.* Payasi-sutta.
Kumarakassa pa menyadarkan Payasi dari pandangan keliru bahwa tiada kehidupan selanjutnya atau akibat dari perbuatan. Setelah Payasi mangkat, Bhikkhu Gavampati menemuinya di Surga dan melihat keadaannya.

PATIKA – VAGGA

24. Patika-sutta.
Cerita mengenai seorang siswa yang mengikuti guru lain, karena Sang Buddha tidak menunjukkan kegaiban maupun menerangkan asal mula benda-benda. Selama percakapan, Sang Buddha menerangkan kedua hal tersebut.

25.Udumbari kasihanada-sutta.
Perbincanga n antara Sang Buddha dengan pertapa Nigrodha di Taman Ratu Udumbarika mengenai dua macam cara bertapa.

26. Cakkavattis ihanada-sutta.
Cerita tentang raja dunia dengan berbagai tingkat penyeleweng an moral dan pemulihanny a serta ramalan tentang Buddha Metteyya yang akan datang.

27. Agañña-sutta.
Perbincanga n mengenai kasta dengan penjelasan mengenai asal mula benda-benda, asal mula kasta-kasta dan artinya yang sesungguhny a.

28. Sampasadani ya-sutta.
Percakapan antara Sang Buddha dengan Sariputta yang menyatakan keyakinanny a kepada Sang Buddha dan menjelaskan ajaran Buddha. Sang Buddha berpesan untuk kerap kali mengulangi pelajaran ini kepada para siswa.                                                                                                                                                   29.  Pasadika-sutta.
Berita kematian Nataputta (pemimpin Jaina) disampaikan kepada Sang Buddha, dan Sang Buddha berkhotbah mengenai guru yang sempurna dan guru yang tidak sempurna serta tingkah laku para bhikkhu.

30. Lakkhana-sutta.
Penjelasan mengenai tiga puluh dua tanda Orang Besar (raja alam semesta atau seorang Buddha), yang dijalin dengan syair berisi dua puluh bagian; tiap bagian dimulai dengan “Di sini dikatakan”.

31. Sigalovada-sutta.
Sang Buddha menemukan Sigala sedang memuja enam arah. Beliau menguraikan kewajiban seorang umat dengan menjelaskan bahwa pemujaan itu ialah menunaikan kewajiban terhadap enam kelompok orang (orang tua, dan lain-lain).

32.* Atanatiya-sutta.
Empat Maha Raja mengunjungi Sang Buddha dan memberikan sebuah mantera (dalam syair) untuk dipakai sebagai perlindunga n terhadap roh jahat. Sang Buddha mengulangin ya kepada para bhikkhu.

33.* Sangiti-sutta.
Sang Buddha meresmikan sebuah balai pertemuan baru di Pava dan setelah lelah, beliau memerintahk an Sariputta untuk memberi penerangan-penerangan kepada para bhikkhu. Sariputta memberikan suatu daftar ajaran tunggal disusul dengan penjelasan kelompok dua dan seterusnya hingga menjadi kelompok sepuluh.

34.* Dasuttara-sutta.
Sariputta didampingi Sang Buddha memberikan khotbah “Tambahan hingga sepuluh” yang berisi sepuluh pelajaran tunggal, sepuluh pelajaran rangkap dua dan seterusnya hingga menjadi sepuluh rangkap sepuluh.

Majjhima Nikaya

Ini merupakan khotbah-khotbah berukuran sedang. Disusun dalam lima belas vagga dan secara kasar digolongkan menurut pokok-pokoknya. Beberapa di antaranya dinamakan dari sutta pertama. Keempat dan kelima ialah dua “pasangan”. Selanjutnya pelajaran untuk para perumah-tangga, bhikkhu, pertapa kelana, raja-raja dan lain-lain.
Khotbah-khotbah yang dianggap berasal dari para siswa diberi tanda asterik (*).

MULAPARIYAY A-VAGGA
(Rangkaian ini berisikan hal mengenai tata susila. Dalam setiap bagiannya dimasukkan tulisan yang dikenal sebagai Sila, daftar berbagai jenis perbuatan susila).

1. Mulapariyay a-sutta.
Pelajaran mengenai akar segala benda mulai dari unsur-unsur sampai Nibbana.

2. Sabbasava-sutta.
Tujuh cara melenyapkan asava.

3. Dhammadayad a-sutta.
Bahwa para bhikkhu hendaknya menjadi ahli waris Dhamma dalam artinya yang mendalam, bukan hanya arti fisik, dengan sebuah khotbah oleh Sariputta.

4. Bhayabherav a-sutta.
Perihal ketakutan dan rasa ngeri dalam hutan dengan penjelasan Sang Buddha mengenai pencapaian penerangan agung beliau.

5. Anangana-sutta.
Percakapan antara Sariputta dan Moggallana mengenai kekotoran batin.

6. Akankheyya-sutta.
Mengenai benda-benda yang boleh diminta oleh para bhikkhu.

7. Vatthupama-sutta.
Tamsil mengenai kain kotor dan pikiran ternoda.

8. Sallekha-sutta.
Mengenai cara melenyapkan pandangan tidak benar.

9.* Sammaditthi-sutta.
Penerangan kepada para bhikkhu mengenai pandangan benar oleh Sariputta.

10. Satipatthan a-sutta.
Sama dengan Digha No. 22, tetapi tanpa ulasan mengenai Empat Kesunyataan .

SIHANADA – VAGGA

11, 12. Cula-Sihanada-sutta dan Maha-Sihanada-sutta.
Dua khotbah mengenai berbagai pokok ajaran. Pada bagian yang belakangan, Sang Buddha menguraikan kesederhana an makanan dari para pertapa, yang juga dilaksanaka nnya. Uraian ini terdapat pula pada No. 36 dalam cerita mengenai pengekangan-pengekangan sebelum beliau mencapai penerangan agung.

13. Maha-Dukkhakkhandha-sutta.
Penjelasan atas pertanyaan mengenai keinginan dan perasaan yang diajukan kepada para bhikkhu oleh para pertapa kelana.

14. Cula-Dukkhakkhandha-sutta.
Pertanyaan tersebut di atas dibahas, disertai cerita oleh Sang Buddha mengenai kunjunganny a kepada para Jaina yang berpendiria n bahwa penderitaan dapat dimusnahkan dengan memusnahkan karma lampau melalui penyiksaan diri dan dengan mencegah munculnya karma baru.

15.* Anumana-sutta.
Khotbah oleh Moggallana mengenai peneguran para bhikkhu dan kritik diri sendiri. Di sini tidak terdapat pertalian dengan Sang Buddha.

16. Cetokhila-sutta.
Mengenai lima kefanatikan dan lima perbudakan oleh pikiran.

17. Vanapattha-sutta.
Mengenai kehidupan dalam hutan yang sunyi.

18. Madhupindik a-sutta.
Sang Buddha memberikan keterangan singkat tentang ajarannya dan Kaccana menjelaskan nya dengan panjang lebar.

19. Dvedhavitak ka-sutta.
Keterangan Sang Buddha mengenai pertimbanga nnya tentang nafsu-nafsu indria sebelum mencapai penerangan yang sempurna dan lain-lain, dengan pengulangan tentang pencapaian penerangan sempurna seperti No. 4.

20. Vitakkasant hana-sutta.
Mengenai cara bermeditasi untuk membuang keragu-raguan yang buruk.

VAGGA KETIGA

21. Kakacupama-sutta. “Tamsil Gergaji”.
Perihal tidak marah jika dihina. Seorang bhikkhu yang marah seandainya anggota badannya digergaji satu demi satu bukanlah siswa Sang Buddha.

22. Alagaddupam a-sutta.   “Tamsil seekor ular air”.
Seorang bhikkhu dimarahi karena melakukan perbuatan yang bertentanga n dengan ajaran. Mempelajari Dhamma secara tidak benar bagaikan menangkap seekor ular pada ekornya.

23. Vammika-sutta.
Seorang suci mengisahkan kepada Bhikkhu Kumara Kassapa sebuah cerita perumpamaan tentang bukit semut yang mengeluarka n asap pada malam hari dan bersinar pada siang hari dan tentang seorang bhikkhu yang diperintahk an oleh seorang Brahmana untuk membongkarn ya untuk mencari benda-benda tertentu. Sang Buddha menerangkan, bahwa sarang semut itu ialah badan jasmani manusia sedangkan Brahmana itu ialah beliau sendiri.

24. Rathavinita-sutta.
Setelah menjalankan vasa Sang Buddha bertanya kepada para bhikkhu siapa yang paling patuh melakukan sila-sila. Beliau diberi tahu bahwa Punna lah yang paling patuh. Sariputta mengunjungi nya dan bertanya kepadanya mengapa ia menempuh kehidupan religius. Punna menolak semua alasan yang diajukan dan berkata bahwa ia hanya mencari Nibbana, tetapi ia mengakui bahwa Nibbana tidak akan tercapai tanpa sebab-sebab itu.

25. Nivapa-sutta.
Cerita perumpamaan mengenai Mara sebagai pemburu yang memasang perangkap untuk menjerat rusa.

26. Ariyapariye sana-sutta.
Mengenai usaha mulia dan hina, dengan cerita Buddha tentang ia meninggalka n rumah, berguru kepada dua orang guru dan mencapai penerangan sempurna.

27. Cula-Hatthipadopama-sutta.
Mengenai latihan dari siswa, dengan sebuah tamsil kaki gajah.

28.* Maha-Hatthipadopama-sutta.
Khotbah oleh Sariputta mengenai Kesunyataan Mulia, dengan sebuah tamsil kaki gajah.

29. Maha-Saropama-sutta.
Mengenai bahaya dari keuntungan dan kehormatan, dengan sebuah tamsil mencari intisari, yang dikatakan dikhotbahka n setelah Devadatta meninggalka n Sangha.

30. Cula-Saropama-sutta.
Mengenai memperoleh sari Dharma, dengan sebuah tamsil mencari intisari.

MAHAYAMAKA – VAGGA

31. Cula-Gosinga-sutta.
Percakapan antara Sang Buddha dengan tiga orang bhikkhu yang menceritaka n pencapaian mereka.

32. Maha-Gosinga-sutta.
Percakapan antara enam orang bhikkhu yang memperbinca ngkan apa yang membuat hutan menjadi indah.

33. Maha-Gopalaka-sutta.
Mengenai sebelas macam sifat buruk dan baik seorang gembala

34. Cula-Gopalaka-sutta.
Tamsil mengenai gembala dungu dan gembala bijaksana yang menyeberang i sungai.

35. Cula-Saccaka-sutta.
Diskusi umum antara Sang Buddha dan seorang Jain Saccaka mengenai lima Khandha seseorang.

36. Maha-Saccaka-sutta.
Mengenai perenungan atas nama dan rupa, dengan penjelasan oleh Sang Buddha tentang ia meninggalka n keduniawian, pengendalia n nafsu dan penerangan sempurna.

37. Cula-Tanhasankhaya-sutta.
Dewa Sakka mengunjungi Sang Buddha untuk mengajukan sebuah pertanyaan, dan Moggallana mengikutiny a ke Surga untuk mengetahui apakah ia benar-benar memahami jawaban-jawaban yang diberikan.

38. Maha-Tanhasankhaya-sutta.
Pembuktian kesalahan pendapat seorang bhikkhu bahwa kesadaranla h yang berpindah tempat.

39, 40. Assapura-sutta.   (Maha- dan Cula-).
Mengenai kewajiban seorang pertapa, diberikan di Assapura.

CULAYAMAKA – VAGGA

41.    Saleyyaka-sutta.
Khotbah kepada para Brahmana dari Sala mengenai sebab-sebab mengapa makhluk ada yang memasuki surga dan ada yang menuju neraka.

42.    Verañjaka-sutta.
Khotbah yang sama yang diulangi kepada orang-orang berkeluarga dari Verañja.

43*, 44*. Vedalla-sutta. (Maha- dan Cula-).
Dua khotbah dalam bentuk komentar atas istilah-istilah kejiwaan, (1) oleh Sariputta kepada Mahakotthit a, (2) oleh bhikkhuni Dhammadinna kepada upasaka Visakha.

45, 46. Dhammasamad ana-sutta. (Cula- dan Maha-).
Mengenai matangnya kebahagiaan dan penderitaan di kemudian hari.

47.    Vimamsaka-sutta.
Mengenai cara yang harus diikuti oleh seorang bhikkhu dalam menyelidiki masalah-masalah tertentu.

48.    Kosambiya-sutta.
Khotah kepada para bhikkhu dari Kosambi yang bertengkar dengan hebat.

49.    Brahmanimantanika-sutta.
Sang Buddha menceritaka n kepada para bhikkhu bagaimana Beliau pergi ke Surga Brahma untuk memberi pelajaran kepada Baka, yakni salah satu penghuni Surga, tentang ketidakbena ran pendapat tentang kekekalan.

50.* Maratajjani ya-sutta.
Cerita tentang Mara yang menyelusup dalam perut Moggallana. Moggallana memerintahk an keluar dan memberikan pelajaran dengan mengingatka nnya akan suatu masa ketika Moggallana sendiri lahir sebagai Mara bernama Dusi dan Mara adalah kemenakanny a.

GAHAPATI – VAGGA

51. Kandaraka-sutta.
Percakapan dengan Pessa dan Kandaraka, dan khotbah tentang empat jenis orang.

52. Atthakanaga ra-sutta.
Khotbah oleh Ananda kepada seorang penduduk Atthaka mengenai jalan menuju Nibbana.

53. Sekha-sutta.
Sang Buddha meresmikan balai pertemuan baru di Kapilavatth u dan setelah Beliau lelah minta Ananda untuk berkhotbah kepada kaum Sakya. Ananda berkhotbah mengenai latihan bagi para siswa.

54. Potaliya-sutta.
Sang Buddha menjelaskan kepada Potali apakah sebenarnya arti menjauhkan diri dari keduniawian .

55. Jivaka-sutta.
Jivaka mengajukan pertanyaan apakah benar bahwa Sang Buddha menyetujui pembunuhan dan memakan daging. Sang Buddha menunjukkan dengan contoh bahwa itu tidak benar dan bahwa seorang bhikkhu makan daging hanya jika ia tidak melihat, mendengar dan menduga, bahwa hidangan daging itu khusus dibuat untuknya.

56.  Upali-sutta.
Cerita tentang Upali yang diutus oleh pemimpin Jaina Nataputta untuk berdebat dengan Sang Buddha, tetapi akhirnya menjadi pengikut.

57. Kukkuravati ka-sutta.
Percakapan mengenai kamma antara Sang Buddha dengan dua orang pertapa, yang satu di antara mereka hidup seperti anjing, dan satu lagi seperti lembu.

58. Abhayarajak umara-sutta.
Pangeran Abhaya diutus oleh seorang Jain Nataputta untuk membantah Sang Buddha dengan mengajukan pertanyaan berganda tentang kutukan hebat yang diterima oleh Devadatta.

59. Bahuvedaniy a-sutta.
Mengenai penggolonga n perasaan-perasaan dan perasaan tertinggi.

60. Apannaka-sutta.
Mengenai “Ajaran Tertentu” untuk menghindari berbagai ajaran yang menyimpang.

BHIKKU VAGA

61. Ambalatthik a-Rahulovada-sutta.
Khotbah mengenai kepalsuan yang disampaikan oleh Sang Buddha kepada Rahula.

62. Maha-Rahulovada-sutta.
Nasehat kepada Rahula tentang pemusatan pikiran dengan jalan menarik dan mengeluarka n napas dan memusatkan pikiran kepada unsur-unsur.

63. Cula-Malunkya-sutta.
Mengenai pertanyaan-pertanyaan yang tidak berdasar.

64. Maha-Malunkya-sutta.
Mengenai lima ikatan rendah.

65. Bhaddali-sutta.
Bhaddali mengakui kekeliruann ya kepada Sang Buddha dan menerima pelajaran.

66. Latukikopam a-sutta.
Perihal mentaati peraturan-peratuan tentang waktu-waktu makan dan meninggalka n keduniawian, disertai tamsil burung quail.

67. Catuma-sutta.
Sang Buddha diganggu oleh serombongan bhikkhu yang berisik di Catuma, akan tetapi beliau dapat menenangkan mereka dan memberikan khotbah mengenai empat bahaya.

68. Nalakapana-sutta.
Sang Buddha bertanya kepada Anuruddha dan enam siswa lain mengenai sebab meninggalka n keduniawian dan tentang pokok-pokok lain ajarannya.

69. Gulissani-sutta.
Aturan yang harus ditaati oleh mereka yang, seperti Gulissani, hidup dalam hutan.

70. Kitagiri-sutta.
Mengenai makan pada waktu-waktu yang tidak tepat dan tentang sikap yang harus dijadikan pedoman oleh tujuh kelompok bhikkhu.

PARIBAJAKA- VAGA

71. Tevijja-Vacchagotta-sutta.
Sang Buddha mengunjungi pertapa Vacchagotta dan menyatakan bahwa beliau disebut Tevijja (mengetahui tiga Veda) karena beliau mempunyai pengetahuan tentang kehidupan yang lampau, mempunyai mata-gaib dan mempunyai pengetahuan tentang penghancura n asava.

72. Aggi-Vacchagotta-sutta.
Perihal pertanyaan-pertanyaan yang tidak berdasar seperti No. 63.

73. Maha-Vacchagotta-sutta.
Penjelasan kepada pertapa Vacchagotta mengenai tata tertib para siswa dan pencapaian oleh para bhikkhu.

74. Dighanakha-sutta.
Sang Buddha menunjukkan kekeliruan pertapa Dighanakha dan menguraikan sifat-sifat badan jasmani dan tiga macam perasaan. Sariputta pada saat ini mencapai pengetahuan sempurna.

75. Magandiya-sutta.
Perihal melenyapkan nafsu-nafsu indria dan ketamakan, dengan cerita Sang Buddha meninggalka n penghidupan yang penuh kesenangan keduniawian di ketiga istananya.

*76. Sandaka-sutta.
Ceramah oleh Ananda kepada pertapa Sandaka mengenai berbagai ajaran yang menyimpang.

77. Maha-Sakuludayi-sutta.
Perihal lima sebab mengapa Sang Buddha dihormati.

78. Samanamandi ka-sutta.
Perihal empat atau sepuluh sifat yang membuat seseorang benar-benar bajik.

79. Cula-Sakuludayi-sutta.
Cerita pemimpin Jain Nataputta dan perihal jalan benar ke dunia bahagia.

80. Vekhanassa-sutta.
Pengulangan sebagian dari No. 79 dan perihal panca indria.

RAJA – VAGA

81. Ghatikara-sutta.
Sang Buddha menceritaka n kepada Ananda tentang kehidupanny a dimasa lampau sebagai Jotipala dan kawannya Ghatikara.

82. Ratthapala-sutta.
Ceritera mengenai Ratthapala yang kedua orang tuanya tidak menyetujui ia memasuki Sangha dan membujuknya untuk kembali menjadi umat biasa.

83. Makhadeva-sutta.
Ceritera mengenai Sang Buddha dalam kehidupanny a di masa lampau sebagai Raja Makhadeva dan keturunanny a sampai Raja Nimi.

*84. Madhura-sutta.
Khotbah yang diberikan setelah kemangkatan Sang Buddha oleh Kaccana kepada Raja Madhura dari Avanti tentang arti sebenarnya dari Kasta.

85. Bodhirajaku mara-sutta.
Ceritera mengenai kunjungan Sang Buddha kepada Pangeran Bodhi. Beliau bercerita tentang Beliau meninggalka n keduniawian, bertekun dan mencapai penerangan sempurna seperti No. 26 dan 36.

86. Angulimala-sutta.
Ceritera mengenai Angulimala penyamun yang kemudian menjadi bhikkhu.

87. Piyajatika-sutta.
Nasihat Sang Buddha kepada seorang laki-laki yang kehilangan anak dan pertengkara n antara Raja Pasenadi dan permaisurin ya mengenai hal itu.

*88. Bahitika-sutta.
Ananda memberi jawaban atas suatu pertanyaan yang diajukan oleh Pasenadi yang memberinya hadiah jubah luar (bahitika).

89. Dhammacetiy a-sutta.
Pasenadi mengunjungi Sang Buddha yang menjelaskan keunggulan kehidupan suci.

90. Kannakattha la-sutta.
Percakapan antara Sang Buddha dan Pasenadi mengenai sifat mahatahu Sang Buddha, kasta, dan apakah para dewa terlahir kembali ke dunia ini.

BRAHMA – VAGGA

91. Brahmayu-sutta.
Mengenai tiga puluh dua tanda pada tubuh Sang Buddha dan penerimaan Brahmana Brahmayu sebagai pengikut Buddha.

92. Sela-sutta.
Petapa Keniya mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu untuk jamuan makan. Brahmana Sela melihat tiga puluh dua tanda dan menjadi siswa. (ini terdapat pula dalam SN. III, 7).

93. Assalayana-sutta.
Brahmana muda Assalayana diajak berdiskusi dengan Sang Buddha mengenai kasta. Ini adalah salah satu sutta yang terpanjang mengenai masalah tersebut.

*94. Ghotamukha-sutta.
Khotbah oleh Udena setelah kemangkatan Sang Buddha mengenai orang dan pertemuan yang terbaik. Ghotamukha membangun balai pertemuan untuk Sangha.

95. Canki-sutta.
Khotbah mengenai ajaran para brahmana.

96. Esukari-sutta.
Khotbah mengenai kasta-kasta dilihat dari segi fungsi masing-masing.

97. Dhananjani-sutta.
Ceritera Brahmana Dhananjani yang diberi tahu oleh Sariputta bahwa kewajiban keluarga tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk berbuat keliru.

98. Vasettha-sutta.
Khotbah yang sebagian besar dalam bentuk syair mengenai brahmana sejati, baik karena kelahiran maupun perbuatan (Ini terdapat pula dalam SN. III, 9).

99. Subha-sutta.
Mengenai soal apakah seseorang dapat berbuat kebaikan lebih banyak sebagai kepala keluarga atau dengan jalan meninggalka n keduniawian .

100. Sangarava-sutta.
Ceritera mengenai seorang wanita brahmana yang patuh, dan khotbah mengenai kehidupan suci menurut berbagai aliran, dengan cerita Sang Buddha tentang ia meninggalka n keduniawian dan perjuangann ya seperti pada No. 26 dan 36.

DEWADAHA – VAGGA

101. Devadaha-sutta.
Sang Buddha memberi uraian mengenai perbincanga n Beliau dengan kaum Nigantha perihal pandangan mereka bahwa penghancura n penderitaan dapat dicapai dengan penghancura n karma. Beliau menunjukkan bahwa seorang bhikkhu mencapai tujuan tidak dengan menyakiti diri atau dengan menghindari kesenangan yang sesuai dengan Dhamma, akan tetapi dengan mengikuti latihan yang diajarkan oleh Sang Buddha.

102. Pancattaya-sutta.
Perihal lima macam teori mengenai jiwa yang disingkat oleh Sang Buddha menjadi tiga macam. Sang Buddha menerangkan bahwa beliau telah melampaui pandangan ini dan bahwa ajarannya mengenai kebebasan tidak tergantung pada salah satu teori tersebut.

103. Kinti-sutta.
Peraturan-peraturan, yang dikatakan dibuat oleh Sang Buddha, mengenai cara memperlakuk an para bhikkhu yang bertengkar tentang makna dan isi Dhamma dan tentang mereka yang melakukan pelanggaran .

104. Samagama-sutta.
Berita kematian Nataputta (seperti pada Digha No. 29) disampaikan kepada Sang Buddha dan beliau menunjukkan empat sebab yang menimbulkan pertengkara n, empat cara menyelesaik an pertengkara n dan enam asas kerukunan dalam Sangha.

105. Sunakkhatta-sutta.
Mengenai lima golongan orang, yang bersungguh-sungguh di dunia, dll., dan tamsil menarik anak panah ketamakan.

106. Anañjasappaya-sutta.
Mengenai berbagai cara merenungkan kesukaran dan pencapaiann ya, dan mengenai pembebasan sejati.

107. Ganaka-Moggallana-sutta.
Pelajaran kepada Moggallana untuk melatih para siswa.

*108. Gopaka-Moggallana-sutta.
Ananda setelah kemangkatan Sang Buddha menerangkan bagaimana Sang Buddha berbeda dengan para siswanya. Ia mengatakan kepada Menteri Vassakara bahwa Sang Buddha tidak menunjuk pengganti, akan tetapi para bhikkhu harus berpedoman pada Dhamma.

109. Maha-Punnama-sutta.
Sang Buddha pada suatu malam bulan purnama menjawab pertanyaan seorang bhikkhu mengenai khandha.

110. Cula-Punnama-sutta.
Sang Buddha pada suatu malam bulan purnama menunjukkan bahwa seorang jahat tidak dapat membedakan orang jahat dan orang baik, tetapi orang baik dapat mengetahui kedua-duanya.

ANUPADA – VAGGA

111. Anupada-sutta.
Sang Buddha memuji Sariputta.

112. Chabbisodan a-sutta.
Mengenai pertanyaan yang diajukan kepada seorang bhikkhu yang menyatakan bahwa ia telah mencapai pengetahuan sempurna.

113. Sappurisa-sutta.
Perihal sifat-sifat baik dan buruk seorang bhikkhu.

114. Sevitabba-asevitabba-sutta.
Sang Buddha menerangkan cara yang benar dan tidak benar bagi seorang bhikkhu dalam melaksanaka n kewajiban dan ajaran, dan Sariputta menguraikan nya secara panjang lebar.

115. Bahudhatuka-sutta.
Daftar unsur-unsur dan prinsip-prinsip yang disusun sebagai percakapan antara Sang Buddha dan Ananda.

116. Isigili-sutta.
Sang Buddha menjelaskan nama bukit Isigili dan menyebutkan nama-nama Pacceka-Buddha yang dahulu tinggal di sana.

117. Maha-Cattarisaka-sutta.
Penjelasan mengenai Delapan Jalan Mulia dengan tambahan mengenai pengetahuan yang benar dan emansipasi yang benar.

118. Anapanasati-sutta.
Perihal cara dan jasa melatih meditasi masuk dan keluarnya napas.

119. Kayagatasat i-sutta.
Perihal cara dan jasa meditasi akan badan jasmani.

120. Samkharuppa ti-sutta.
Perihal kelahiran kembali unsur-unsur dari seseorang sesuai dengan arah pikirannya.

SUNNATA – VAGGA

121. Cula-Suññata-sutta.
Perihal meditasi akan kekosongan.

122. Maha-Suññata-sutta.
Petunjuk kepada Ananda perihal melatih kekosongan batin.

123. Acchariyabb hutadhamma-sutta.
Mengenai keajaiban dan keluarbiasa an dalam kehidupan seorang Bodhisatta sejak meninggalka n surga hingga kelahiranny a. Pengulangan bagian Digha No. 14, tetapi diterapkan untuk Sang Buddha sendiri.

*124. Bakkula-sutta.
Bakkula menceritaka n bagaimana ia telah hidup delapan puluh tahun kepada kawannya Acela Kassapa dan kemudian menjadi gurunya.

125. Danthabhumi-sutta.
Aciravata gagal dalam usahanya memberi pelajaran kepada Pangeran Jayasena dan Sang Buddha memberi tamsil dengan latihan gajah untuk menerangkan kepadanya bagaimana cara mengajar seseorang.

126. Bhumija-sutta.
Pangeran Jayasena bertanya kepada Bhumija dan setelah memberi jawaban Bhumija pergi kepada Sang Buddha untuk menanyakan apakah jawabannya benar.

*127. Anuruddha-sutta.
Anuruddha menerima undangan Pancakanga dan menerangkan dua jenis pembebasan pikiran.

128. Upakkilesa-sutta.
Ceritera tentang Sang Buddha yang mencoba membereskan pertengkara n di antara para bhikkhu dari Kosambi, dan percakapann ya dengan tiga orang bhikkhu mengenai meditasi yang tepat.

129. Balapandita-sutta.
Mengenai hukuman setelah kematian seorang dungu yang berbuat kejahatan dan pahala bagi orang bijaksana yang berbuat kebaikan.

130. Devaduta-sutta.
Sang Buddha dengan mata gaibnya melihat nasib makhluk-makhluk dan menerangkan hukuman di neraka bagi mereka yang meremehkan utusan maut.

VIBANGGA – VAGGA

131. Bhaddekarat ta-sutta.
Syair yang terdiri atas empat bait dengan ulasan mengenai berusaha keras pada waktu sekarang.

*132. Ananda-bhaddekaratta-sutta.
Syair yang sama yang diterangkan oleh Ananda.

*133. Mahakaccana-bhaddekaratta-sutta.
Syair yang sama yang diterangkan secara panjang lebar oleh Mahakaccana .

134. Lomasakangi ya-bhaddekaratta-sutta.
Sang Buddha menerangkan syair itu kepada Lomasakangi ya.

135. Cula-kammavibhanga-sutta.
Sang Buddha menerangkan sifat-sifat jasmani dan rohani orang yang berbeda-beda dan keberuntung an mereka menurut karma.

136. Maha-kammavibhanga-sutta.
Seorang pertapa secara keliru menuduh bahwa Sang Buddha mengatakan karma tidak berguna dan Sang Buddha menerangkan pandanganny a sendiri.

137. Salayatanav ibhanga-sutta.
Sang Buddha memberikan uraian mengenai enam indria.

*138. Uddesavibha nga-sutta.
Sang Buddha memberikan keterangan mengenai kesadaran, yang dijelaskan secara lebih terperinci oleh Mahakaccana .

139. Aranavibhan ga-sutta.
Keterangan dan penjelasan mengenai jalan tengah kedamaian di antara dua hal yang ekstrim.

140. Dhatuvibhan ga-sutta.
Uraian mengenai unsur-unsur. Khotbah ini dimasukkan dalam ceritera Pukkusati, seorang siswa yang belum pernah melihat Sang Buddha, akan tetapi mengenaliny a melalui ajarannya.

*141. Saccavibhan ga-sutta.
Keterangan mengenai Empat Kesunyataan Mulia oleh Sang Buddha dengan tambahan komentar dari Sariputta.

142. Dakkhinavib hanga-sutta.
Mahapajati menghadiahk an satu pasang jubah kepada Sang Buddha, yang menjelaskan berbagai jenis orang yang patut menerima pemberian dan berbagai jenis orang yang memberi.

SALAYATANA VAGGA

143. Anathapindi kovada-sutta.
Ceritera mengenai sakitnya dan meninggalny a Anathapindi ka yang diberikan petunjuk oleh Sariputta pada saat hampir meninggal dan setelah dilahirkan kembali di Surga Tusita kembali mengunjungi Sang Buddha.

144. Channovada-sutta.
Ceritera tentang bhikkhu. Channa yang ketika sakit diberi pelajaran oleh Sariputta dan akhirnya membunuh diri.

145. Punnovada-sutta.
Petunjuk Sang Buddha kepada Punna mengenai menerima kesenangan dan penderitaan . Punna menceritaka n bagaimana ia akan berbuat jika disakiti oleh orang-orang senegerinya .

146. Nandakovada-sutta.
Mahapajapat i dengan 500 bhikkhuni memohon kepada Sang Buddha untuk memberi pelajaran kepada mereka. Beliau minta Nandaka untuk memberi pelajaran dan Nandaka memberikan mereka penjelasan mengenai ketidakkeka lan.

147. Cula-Rahulovada-sutta.
Sang Buddha membawa Rahula ke hutan memberinya pelajaran mengenai ketidakkeka lan. Beribu-ribu dewa datang untuk mendengarka n.

148. Chachakka-sutta.
Perihal enam indria.

149. Maha-Salayatanika-sutta.
Perihal memahami indria.

150. Nagaravinde yya-sutta.
Sang Buddha memberi petunjuk kepada penduduk Negaravinda mengenai pertapa dan brahmana yang pantas dihormati.

151. Pindapatapa risuddhi-sutta.
Petunjuk kepada Sariputta mengenai perhatian yang harus dicurahkan oleh seorang siswa dalam seluruh latihan.

152. Indriyabhav ana-sutta.
Sang Buddha tidak menyetujui pelajaran brahmana Parasariya mengenai cara untuk melatih indria-indria dan menjelaskan metodenya sendiri.

SAMYUTTA NIKAYA

Rangkaian sutta yang “dikelompokk an” atau “dihubungkan” yang berhubungan dengan suatu doktrin khusus maupun yang mengembangk an kepribadian tertentu. Ada 56 samyutta yang terbagi dalam lima vagga memuat 2.889 sutta.

1.    SAGATHA-VAGGA Memuat 11 samyutta.

Pendahuluan
(1)    Devata-Samyutta. Pertanyaan-pertanyaan dari para dewa.
(2)    Devaputta. Pertanyaan-pertanyaan dari putra-putra para dewa.
(3)    Kosala. Anekdot-anekdot Raja Pasenadi dari Kosala.
(4)    Mara. Perbuatan-perbuatan bermusuhan dari Mara terhadap Sang Buddha dan para siswa-Nya.
(5)    Bhikkhuni. Bujukan yang tidak berhasil dari Mara terhadap para bhikkhuni dan perbedaan pendapatnya dengan mereka.
(6)    Brahma. Brahma Sahampati memohon Sang Buddha untuk membabarkan Dhamma kepada dunia.
(7)    Brahmana. Pertemuan brahmana Bharadvaja dengan Sang Buddha dan pernyataann ya menjadi pengikut Buddha.
(    Vangisa. Pembasmian nafsu oleh Vangisa.
(9)    Vana. Para dewa hutan membimbing para bhikkhu yang belum maju pada jalan yang benar.
(10)    Yakkha. Pertemuan setan dengan Sang Buddha dan para bhikkhuni.
(11)    Sakka. Buddha menguraikan sifat-sifat Sakka, Raja Para Dewa.

2.  NIDANA-VAGGA Memuat 10 samyutta.

(1)    Nidana-Samyutta. Penjelasan mengenai paticcasamu ppada (doktrin sebab musabab yang saling bergantunga n).
(2)    Abhisamaya. Dorongan untuk membasmi kekotoran batin secara tuntas.
(3)    Dhatu. Uraian mengenai unsur-unsur fisik, mental, dan abstrak.
(4)    Anamatagga. mengenai Awal (Samsara) yang tak terhitung.
(5)    Kassapa. Nasihat Kassapa.
(6)    Labhasakkara. “Keuntungan, kebaikan hati, dan pujian”.
(7)    Rahula. Latihan Rahula.
(    Lakkhana. Pertanyaan-pertanyaan Lakkhana.
(9)    Opamma. Perbuatan-perbuatan tidak baik bermula dengan ketidaktahu an.
(10)    Bhikkhu. Peringatan sebagai nasihat dari Sang Buddha dan Moggallana kepada para bhikkhu.

3. KHANDHA-VAGGA Memuat 13 samyutta.
(1) Khanda-Samyutta. Kumpulan unsur, fisik dan mental, yang membentuk “individu”.
(2) Radha. Pertanyaan-pertanyaan Radha.
(3) Ditthi. Pandangan khayal timbul dari kemelekatan pada kumpulan unsur.
(4) Okkantika. Memasuki Jalan melalui keyakinan (saddha).
(5) Uppada. Munculnya kumpulan unsur menimbulkan dukkha.
(6) Kilesa. Kekotoran batin muncul dari enam pusat indria dan kesadaran indria.
(7) Sariputta. Sariputta menjawab pertanyaan-pertanyaan Ananda mengenai penjinakan indria.
( Naga. Uraian mengenai empat jenis naga.
(9) Supanna. Uraian mengenai empat jenis garuda.
(10) Gandhabbaka ya. Uraian mengenai para dewa gandhabba.
(11) Valahaka. Uraian mengenai makhluk halus awan.
(12) Vacchagotta . Pertanyaan-pertanyaan metafisik dari Vacchagotta .
(13) Samadhi. Uraian mengenai empat jenis orang yang melatih jhana.

4.  SALAYATANA-VAGGA Memuat 10 samyutta.
(1) Salayatana-Samyutta. Enam pusat indria dan sikap yang benar terhadap hal itu.
(2) Vedana. Tiga jenis perasaan dan sikap yang benar terhadap perasaan itu.
(3) Matugama. Nasib kaum wanita menurut sifat mereka.
(4) Jambukhadak a. Pertanyaan-pertanyaan dari Pengembara, Pemakan apel-mawar, kepada Sariputta.
(5) Samandaka. Pertanyaan-pertanyaan dari Pengembara, Samandaka, kepada Sariputta.
(6) Moggallana. Moggallana menjelaskan jhana-jhana kepada para bhikkhu.
(7) Citta. Alat indria dan obyeknya pada hakekatnya tidak jahat, melainkan kehendak-kehendak tidak baik yang timbul melalui kontak mereka.
( Gamani. Batasan “sifat marah” dan “sifat baik hati”.
(9) Asankhata. Tidak terbentuk (Nibbana).
(10) Avyakata Pertanyaan-pertanyaan spekulatif yang diajukan oleh Pasenadi kepada Khema, Anuruddha, Sariputta, dan Moggallana.

5. MAHA-VAGGA Memuat 12 samyutta.
(1) Magga-Samyutta. Delapan Jalan.
(2) Bojjhanga. Tujuh Faktor Penerangan (kesadaran, penelitian dhamma, kekuatan daya, kebahagiaan, ketenangan, konsentrasi, keseimbanga n).
(3) Satipatthan a. Empat Dasar Kesadaran.
(4) Indriya. Lima kemampuan (keyakinan, kekuatan daya, kesadaran, konsentrasi, kebijaksana an).
(5) Sammappadha na. Empat macam Usaha Benar.
(6) Bala. Lima kekuatan (mengenai Kemampuan tersebut di atas).
(7) Iddhipada. Empat Kekuatan Batin (kemauan, kekuatan daya, pikiran, penelitian).
( Anuruddha. Kekuatan-kekuatan gaib yang dicapai oleh Anuruddha melalui kesadaran.
(9) Jhana. Empat Jhana.
(10) Anapana. Kesadaran dari Pernapasan.
(11) Sotapatti. Gambaran tentang seorang “penakluk arus”.
(12) Sacca. Empat Kesunyataan Mulia.

ANGUTTARA NIKAYA

Dalam Anguttara Nikaya, pembagianny a benar-benar merupakan pembagian menurut nomor. Ada sebelas kelompok yang diklasifika sikan (nipata); pokok pembahasan yang pertama merupakan bagian-bagian tunggal, yang diikuti oleh kelompok-kelompok dua dan seterusnya sampai kelompok sebelas. Tiap nipata dibagi dalam vagga-vagga yang masing-masing memuat sepuluh sutta atau lebih, yang seluruhnya berjumlah 2.308 sutta.

1.  Ekaka-Nipata.
Pikiran-pikiran terpusat/tidak terpusat, terlatih/tidak terlatih, dikembangka n / tidak dikembangka n; usaha, ketekunan, Sang Buddha, Sariputta, Moggallana, Mahakassapa; pandangan-benar/salah; konsentrasi-benar / salah.

2. Duka.
Dua jenis kamma vipaka (baik yang membuahkan hasil dalam kehidupan sekarang maupun yang membawa kepada tumimbal lahir), sebab musabab kebaikan dan kejahatan; harapan dan keinginan, keuntungan dan panjang umur; dua jenis dana (dana benda-benda material dan dana Dhamma); dua golongan bhikkhu: mereka yang telah menyelami/belum menyelami Empat Kesunyataan Mulia – mereka yang hidup/tidak hidup dalam keselarasan .

3. Tika Tiga pelanggaran – jasmani, ucapan dan pikiran; tiga perbuatan yang patut dipuji: kedermawana n, penglepasan, pemeliharaa n orang tua; usaha untuk mengendalik an munculnya keadaan-keadaan tidak baik yang belum muncul, mengembangk an keadaan-keadaan baik yang belum muncul, melenyapkan keadaan-keadaan tidak baik yang telah muncul; pandangan-pandangan yang menyimpang dari ajaran: bahwa pengalaman-pengalaman yang menyenangka n dan menyedihkan ataupun yang tidak menyenangka n dan tidak menyedihkan disebabkan oleh perbuatan-perbuatan lampau, bahwa pengalaman-pengalaman ini telah ditentukan, bahwa pengalaman-pengalaman ini tanpa sebab.

4.  Catukka.
Orang-orang yang tak berdisiplin tidak mempunyai sikap, konsentrasi, pengertian, pembebasan; si dungu menambah cela dengan jalan memuji yang tak patut dipuji, mencela yang patut dihargai, bergembira tatkala orang tidak bergembira, tidak bergembira tatkala orang bergembira; empat jenis orang: tidak bijaksana dan tidak pula beriman, tidak bijaksana tetapi beriman, bijaksana tetapi tidak beriman, bijaksana dan beriman; bhikkhu hendaknya puas dengan jubah, pemberian, tempat tinggal, dan obat-obatan yang mereka miliki; empat jenis kebahagiaan; hidup dalam lingkungan yang sesuai, bergaul dengan orang yang baik, memiliki keinsafan diri, telah mengumpulka n kusalakamma pada kehidupan lampau; empat Brahma Vihara: metta, karuna, mudita, upekkha; empat sifat yang menjaga bhikkhu dari kekeliruan: ketaatan terhadap sila, pengendalia n pintu-pintu indria, kesederhana an dalam makanan, kesadaran penuh yang mantap; empat cara pemusatan diri: untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup ini, untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian, untuk mencapai kesadaran dan pengendalia n diri, untuk menghancurk an kekotoran-kekotoran;

empat macam orang yang memupuk kebencian, kemunafikan, keuntungan dan kehormatan selain dari yang berhubungan dengan Dhamma; empat macam pandangan keliru: ketidakkeka lan untuk kekekalan, dukkha untuk sukha, tanpa-aku untuk aku, ketidaksuci an untuk kesucian; empat kesalahan para pertapa dan brahmana: minum minuman keras yang mengacaukan pikiran, kecanduan pada kenikmatan indria, menerima uang, mencari nafkah dengan cara tercela; empat lapangan dalam kebahagiaan yang membawa pahala: secara benar meyakini Sang Buddha sebagai Yang Maha Mengetahui, Dhamma sebagai yang telah dibabarkan dengan baik, Sangha sebagai yang telah dibentuk dengan baik, para siswa yang bebas dari kekotoran; empat cara hidup bersama: yang jahat dengan yang jahat, yang jahat dengan yang baik, yang baik dengan yang jahat, yang baik dengan yang baik; persembahan makanan memberikan si penerima: hidup dengan usia panjang, kecantikan, kebahagiaan, kekuatan fisik;

empat kondisi untuk mencapai kesejahtera an duniawi: usaha yang terus menerus, perlindunga n terhadap penghasilan, persahabata n yang baik, penghidupan yang seimbang; empat kondisi untuk mencapai kesejahtera an batin: keyakinan, sila, dana, dan Pañña; empat musuh yang kepadanya metta hendaknya dikembangka n; empat Usaha Benar; Empat Hal Yang Tak Terpikirkan: lingkungan seorang Buddha, jhana-jhana, kamma-vipaka, spekulasi atas asal mula dunia; empat tempat ziarah: ke tempat kelahiran Buddha, tempat mencapai Penerangan, tempat membabarkan khotbah pertama, dan tempat wafat; empat jenis ucapan yang berfaedah/tidak berfaedah: kebenaran/kebohongan, bukan fitnahan/fitnahan, kelembutan/kekasaran, bijaksana/ semberono; empat sifat esential: sila, samadhi, Pañña dan pembebasan; empat kemampuan: keyakinan, kekuatan daya, kesadaran, konsentrasi; empat unsur; empat macam orang yang patut dikenang dengan monumen: Buddha, Paccekka Buddha, Arahat dan para Raja “Pemutar Roda”; para bhikkhu hendaknya tidak mengundurka n diri ke hutan jika menyerah kepada: nafsu, kedengkian, iri hati, atau pikiran tidak sehat.

5.  Pancaka.
Lima ciri yang baik dari seorang siswa: kehormatan, kesederhana an, penghindara n diri dari perbuatan-perbuatan tidak baik, kekuatan daya, kebijaksana an; lima rintangan batin: nafsu indria, kemauan jahat, kemalasan, kegelisahan dan kekuatiran, keragu-raguan; lima obyek meditasi: kekotoran, tanpa-aku, kematian, ketidaksuka an terhadap makanan, ketidakenak an di dunia; lima sifat buruk: tidak bebas dari nafsu, kebencian, khayalan, kemunafikan, dendam; lima perbuatan baik: metta, perbuatan jasmani, ucapan dan pikiran, kepatuhan pada sila dan berpandanga n benar.

6. Chakka.
Kewajiban rangkap-enam dari seorang bhikkhu: penghindara n diri dari perbuatan (yang menghasilka n kamma), perdebatan, tidur dan berkawan, kerendahan hati dan pergaulan dengan orang bijaksana.

7. Sattaka.
Tujuh jenis kekayaan: kehormatan, kelakuan baik, kesederhana an, penjauhan diri dari perbuatan-perbuatan tidak baik, pengetahuan, penglepasan, kebijaksana an; tujuh jenis kemelekatan: harapan akan pemberian, kebencian, keyakinan keliru, keragu-raguan, kesombongan, kehidupan duniawi, ketidak tahuan.

8.     Atthaka. Delapan sebab kesadaran/pemberian dana/gempa bumi.

9. Navaka.
Sembilan perenungan: kekotoran, kematian, ketidaksuka an terhadap makanan, ketidakacuh an terhadap dunia, ketidakkeka lan, dukkha yang disebabkan oleh ketidakkeka lan, ketidaktamp akan dukkha, penglepasan, ketenangan hati; sembilan jenis manusia: mereka yang telah menempuh empat jalan ke Nibbana dan menikmati “buah” bersama puthujjana (manusia biasa yang belum mencapai kesucian); dll.

10. Dasaka.
Sepuluh perenungan: ketidakkeka lan, tanpa-aku, kematian, ketidaksuka an terhadap makanan, ketidakacuh an terhadap dunia, tulang, dan empat tahap pembusukan mayat – dihinggapi cacing, hitam dengan kerusakan, merekah karena kerusakan, bengkak; sepuluh jenis penyucian: melalui pengetahuan benar, pembebasan benar, dan delapan langkah dari Delapan Jalan Mulia.

11. Ekadasaka.
Sebelas jenis kebahagiaan/jalan menuju Nibbana/sifat-sifat baik dan buruk dari seorang penggembala dan bhikkhu.

KUDDAKA NIKAYA

Pembagian dalam buku-buku kecil seperti diterangkan oleh Buddhaghosa . Ia memberikan dua daftar isi yang dalam salah satunya tidak terdapat karya pertama, tetapi sutta-sutta tertentu di dalamnya sebagian besar terdapat pula pada bagian lain dalam Tipitaka. Nikaya ini muncul secara bertahap dengan pengumpulan koleksi-koleksi yang tidak terdapat dalam Nikaya-Nikaya lama. Nikaya ini tidak ditemukan dalam Kitab Suci aliran-aliran yang diterjemahk an ke dalam bahasa Cina, meskipun ada terjemahan tersendiri dalam bahasa Cina dari sebagian besar isinya.

1. Khuddaka-patha. “Bacaan dari bagian-bagian singkat” yang memuat
(1)    Saranattaya. Pengulangan tiga kali berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha.
(2)    Dasasikkhapada. Sepuluh sila yang harus dipatuhi oleh para bhikkhu. Lima sila pertama harus dipatuhi oleh umat biasa.
(3)    Dvattimsakara. Daftar 32 unsur pokok Badan jasmani.
(4)    Kumarapañha. Sepuluh macam tanya-jawab untuk para samanera.
(5)    Mangala-sutta. Sebuah syair untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah kebahagiaan tertinggi itu.
(6)    Ratana-sutta. Sebuah syair mengenai Tiratana dalam hubungannya untuk menerangkan kepada para makhluk halus.
(7)    Tirokudda-sutta. Syair mengenai sajian untuk roh (peta) keluarga yang sudah meninggal.
(    Nidhikanda-sutta. Syair tentang pengumpulan harta sejati.
(9)    Metta-sutta. Syair tentang cinta kasih.

2. DHAMMAPADA. “Kata-kata dari Dhamma”, kumpulan 423 bait dalam 26 vagga.

3.  Udana.
Kumpulan dari 80 udana dalam delapan vagga, yakni pengutaraan Sang Buddha pada kesempatan-kesempatan tertentu. Kumpulan ini sebagian besar dalam bentuk syair dan disertai cerita prosa mengenai keadaan-keadaan yang menyebabkan vagga-vagga ini.

(1)    Bodhi-Vagga. Menggambark an kejadian-kejadian tertentu setelah pencapaian Penerangan Sempurna oleh Sang Buddha, termasuk khotbah termasyhur kepada Bahiya yang menekankan kehidupan pada waktu sekarang.
(2)    Mucalinda. Vagga ini dinamai menurut nama raja Naga yang melindungi Sang Buddha dengan kepalanya.
(3)    Nanda. Sang Buddha meyakinkan saudara tirinya, Nanda, tentang kehampaan hidup duniawi. Juga, memuat nasihat-nasihat kepada Sangha.
(4)    Meghiya. Tanpa memperdulik an nasihat Sang Buddha, Meghiya mengasingka n diri ke sebuah hutan mangga untuk berlatih meditasi, tetapi batinnya segera diserang dengan pikiran-pikiran tidak baik. Setelah kembali kepada Sang Buddha, ia diberitahuk an bahwa lima faktor harus ditumbuhkan oleh orang yang batinnya belum berkembang – persahabata n yang baik, moralitas, percakapan yang menguntungk an, keteguhan hati, dan pengetahuan . Juga, memuat cerita-cerita Sundari dan serangan terhadap Sariputta oleh seorang yakkha.

(5)  Sonathera.
Memuat kisah kunjungan Raja Pasenadi kepada Sang Buddha, khotbah kepada Suppabuddha yang menderita penyakit kusta, penjelasan mengenai delapan ciri Sasana dan tahun pertama dari kehidupan Sona sebagai bhikkhu.
(6)  Jaccandha.
Memuat gambaran tentang Sang Buddha akan mencapai parinibbana, percakapan Pasenadi, dan kisah raja yang menyuruh orang-orang yang buta sejak lahir (jaccandha) untuk masing-masing meraba dan menggambark an seekor gajah – untuk membantu menjelaskan realisasi sebagian dari kebenaran.
(7) Cula.
Memuat peristiwa-peristiwa kecil, terutama mengenai para bhikkhu secara perorangan.
( Pataligama.
Memuat definisi termasyhur dari Nibbana sebagai yang tak dilahirkan, tidak menjadi, tidak dibuat, tidak dibentuk; santapan Buddha yang terakhir dan nasihatnya kepada Ananda mengenai Cunda, dan kunjungan ke Pataligama tempat Sang Buddha mengungkapk an lima manfaat menempuh kehidupna suci dan lima kerugian tidak melakukan hal itu.

4.  Itivuttaka.
kumpulan 112 sutta pendek dalam 4 nipata yang masing-masing disertai syair. Syair-syair ini biasanya dimulai dengan kata iti vuccati, “demikian dikatakan”. Karya ini terdiri atas ajaran-ajaran etika dari Sang Buddha:

(1)  Ekaka-Nipata – tiga vagga Nafsu, kemauan jahat, khayalan, kemarahan, dengki, kesombongan, ketidaktahu an, ketamakan, perpecahan, kedustaan, kekikiran dicela; dan kesadaran, pergaulan dengan orang bijaksana, kerukunan, kedamaian batin, kebahagiaan, ketekunan, kemurahan hati dan cinta kasih dipujikan.
(2)  Duka – dua vagga. Menjelaskan penjagaan pintu-pintu indria dan kesederhana an dalam makanan, perbuatan baik, kebiasaan sehat dan pandangan benar, ketenangan dan penyendiria n, perasaan malu dan takut, dua jenis Nibbana, dan kebajikan-kebajikan menempuh kehidupan pertapa yang bersemangat .
(3) Tika – lima vagga. Mengelompok kan faktor-faktor yang berlipat tiga: akar-akar kejahatan, unsur-unsur, perasaan-perasaan, kehausan, kebusukan, dsb. dan menunjukkan kehidupan sesuai bagi seorang bhikkhu.
(4) Catukka. – Mengelompok kan faktor-faktor yang berlipat empat – kebutuhan para bhikkhu, Kesunyataan Mulia, dll. dan menekankan kasucian batin bagi bhikkhu.

5.  Sutta-Nipata. “Kumpulan sutta”.
Kumpulan ini terdiri atas lima vagga yang memuat 71 sutta. Sutta-sutta, yang masing-masing memuat dari delapan sampai lima puluh syair, berbentuk syair dengan pendahuluan dalam bentuk sajak maupun prosa.

(1) Uragavagga
Uraga Sutta. Bhikkhu yang menyingkirk an semua nafsu manusiawi – kemarahan, kebencian, kerakusan, dll. – dan terbebas dari khayalan dan ketakutan, diperbandin gkan dengan seekor ular yang telah berganti kulit.
Dhaniya Sutta. Ketenangan duniawi diperbandin gkan dengan ketenangan Buddha.
Khaggavisan a Sutta. Kehidupan pengembaraa n seorang bhikkhu dipujikan – ikatan-ikatan kekeluargaa n dan kemasyaraka tan dihindari mengingat kemelekatan-kemelekatannya yang bersifat samsara, dengan mengecualik an “sahabat baik” (kalyanamitt a).
Kasibharadv aja Sutta. pekerjaan yang berguna secara sosial atau duniawi diperbandin gkan dengan usaha-usaha Sang Buddha yang tak kurang pentingnya untuk mencapai Nibbana.
Cunda Sutta. Sang Buddha menguraikan empat jenis samana: seorang Buddha, seorang Arahat, seorang bhikkhu yang bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab, seorang bhikkhu penipu.
Parabhava Sutta. “Sebab-sebab kejatuhan seseorang” dalam bidang moral dan batin diuraikan.
Vasala atau Aggika Bharadvaja Sutta. Untuk menyangkal tuduhan “orang buangan”, Sang Buddha menjelaskan bahwa karena perbuatanla h, bukan garis keturunan, orang menjadi orang buangan atau brahmana.
Metta Sutta. Unsur-unsur pokok latihan cinta kasih terhadap semua makhluk.
Hemavata Sutta. Dua orang yakkha ragu-ragu tentang sifat-sifat Buddha yang dinyatakan olehnya. Sang Buddha merumuskan uraiannya dengan menjelaskan jalan pembebasan dari kematian.
Alavaka Sutta. Sang Buddha menjawab pertanyaan-pertanyaan yakkha Alavaka mengenai kebahagiaan, pengertian, jalan ke Nibbana.
Vijaya Sutta. Suatu analisa tubuh dalam bagian-bagian pokoknya (yang tidak bersih) dan sebutan bhikkhu yang mencapai Nibbana karena memahami sifat sejati badan jasmani.
Muni Sutta. Konsepsi idealistis seorang muni atau orang bijaksana yang menjalani kehidupan menyepi yang bebas dari nafsu-nafsu.

(2)  Culavagga.
Ratana Sutta. Nyanyian pujian kepada Tiratana, Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Amagandha Sutta. Kassapa Buddha menyangkal pandangan brahmana tentang kekotoran batin karena memakan daging dan menyatakan bahwa kekotoran batin hanya terjadi karena pikiran jahat dan perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan itu.
Hiri Sutta. Uraian panjang lebar secara ilmiah mengenai persahabata n sejati.
Mahamangala Sutta. Tiga puluh delapan macam berkah diuraikan dalam menempuh kehidupan suci – mulai dengan petunjuk-petunjuk etika dasar dan mencapai puncaknya pada penyelaman Nibbana.
Suciloma Sutta. Untuk menanggapi sikap mengancam dari yakkha Suciloma, Sang Buddha menyatakan bahwa nafsu, kebencian, keraguan, dsb. bermula dengan badan jasmani, keinginan, dan konsep aku.
Dhammacariy a Sutta. Seorang bhikkhu hendaknya menjalani kehidupan yang adil dan suci dan menghindari mereka yang suka bertengkar dan mereka yang menjadi budak keinginan.
Brahmanadha mmika Sutta. Sang Buddha menjelaskan kepada beberapa orang brahmana tua dan kaya tentang norma-norma moral yang tinggi dari para leluhur mereka dan bagaimana akhlak mereka merosot karena mengikuti ketamakan akan kekayaan raja. Akibatnya, mereka membujuk raja untuk memberikan kurban hewan, dll. untuk memperoleh kekayaan dan dengan demikian kehilangan pengetahuan tentang Dhamma.
Nava Sutta. Dengan memperhatik an sifat guru, orang seharusnya pergi pada orang yang terpelajar dan pandai untuk memperoleh pengetahuan yang dalam tentang Dhamma.

Kimsila Sutta. Jalan dari seorang siswa biasa yang teliti, Dhamma sebagai perhatianny a yang pertama dan terakhir.
Utthana Sutta. Serangan terhadap keengganan dan kemalasan. Meski ditembus oleh panah dukkha, orang seharusnya tidak berhenti sampai semua keingianan terhapus.
Rahula Sutta. Buddha menasihati puteranya yang telah ditahbiskan, Rahula, untuk menghormati orang bijaksana dan bergaul dengan dan berbuat sesuai dengan prinsip-prinsip seorang pertapa.
Vangisa Sutta. Sang Buddha memberi kepastian kepada Vangisa bahwa gurunya yang telah wafat, Nigrodhakap pa, telah mencapai Nibbana.
Sammaparibb ajaniya Sutta. Jalan seorang siswa sebagai bhikkhu yang teliti dan bersungguh-sungguh: ketidakmele katan, pembasmian hawa nafsu, pemahaman sifat Samsara.
Dhammika Sutta. Sang Buddha menjelaskan kepada Dhammika kewajiban masing-masing dari seorang bhikkhu dan umat biasa; umat biasa diharapkan untuk mentaati Pancasila dan memperingat i hari-hari uposatha.

(3)  Mahavagga
Pabbajja Sutta. Raja Bimbisara dari Magadha menggoda Sang Buddha dengan kekayaan materinya dan menanyakan garis keturunanny a. Sang Buddha menunjukkan kenyataan tentang kelahiranny a di antara kaum Sakya dari Kosala dan bahwa ia telah mengatasi sifat khayal dari kenikmatan-kenikmatan indria.
Padhana Sutta. Uraian yang jelas sekali mengenai godaan Mara menjelang pencapaian Penerangan Sempurna oleh Sang Buddha.
Subhasita Sutta. Bahasa para bhikkhu hendaknya baik dalam penuturanny a, menyenangka n, tepat dan benar.
Sundarikabh aradvaja Sutta. Sang Buddha menjelaskan kepada sang brahmana Sundarika, bagaimana orang memperoleh kehormatan untuk menerima persembahan .
Magha Sutta. Sang Buddha menjelaskan hal tersebut di atas kepada umat bernama Magha dan menjelaskan berbagai jenis berkah karena melakukan persembahan .
Sabhiya Sutta. Sabhiya, seorang pertapa kelana, tidak dapat memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya dari enam guru termasyhur pada waktu itu. Karena itu, ia mendekati Sang Buddha dan menjadi siswa setelah mendapat jawaban-jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaannya.
Sela Sutta. Seorang brahmana, Sela, berbicara dengan Sang Buddha dan menjadi pengikut Sang Buddha bersama tiga ratus orang pengikutnya .
Salla Sutta. Kehidupan itu berlangsung singkat dan semua kehidupan terancam oleh kematian, tetapi orang bijaksana yang memahami sifat kehidupan tidak merasa takut.
Vasetta Sutta. Dua orang pemuda, Bharadvaja dan Vasettha, membahas masalah martabat brahmana: Bharadvaja mengatakan bahwa seseorang menjadi brahmana karena kelahiran, tetapi

Vasettha mengatakan bahwa seseorang menjadi brahmana hanya karena perbuatan. Sang Buddha akhirnya menegaskan pandangan Vasettha sebagai pendapat yang benar.
Kokaliya Sutta.Kokal iya secara keliru menganggap keinginan-keinginan jahat berasal dari Sariputta dan Moggallana dan akhirnya menimbulkan penderitaan – karena kematian dan tumimbal lahir di salah satu alam neraka. Sang Buddha kemudian menyebutkan satu persatu neraka-neraka yang berbeda dan menggambark an hukuman atas perbuatan mengumpat dan memfitnah.
Nalaka Sutta. Ramalan pertapa Asita mengenai Buddha Gotama yang akan datang. Putera adik perempuanny a, Nalaka, memiliki kebijaksana an tertinggi yang dibentangka n kepadanya oleh Sang Buddha.
Dvayatanupa ssana Sutta. Dukkha timbul dari substansi, ketidaktahu an, panca khanda, keinginan, kemelekatan, usaha, makanan, dsb.

(4)  Atthakavagga
Kama Sutta. Untuk menghindari akibat-akibat yang tidak menyenangka n, kenikmatan-kenikmatan indria hendaknya dihindari.
Guhatthaka Sutta. Selain dari hal tersebut di atas, eksistensi fisik hendaknya tidak dipegang erat jika seseorang tertarik untuk mencapai pembebasan dari Samsara.
Dutthathaka Sutta. Orang yang memuji-muji kebajikanny a sendiri dan terikat pada pandangan-pandangan dogmatis (yang berbeda dari orang ke orang dan sekte ke sekte) menjalani kehidupan yang terbatas. Namun, seorang pertapa tetap tidak menonjolkan diri sendiri dan lepas dari sitem-sistem kefilsafata n.
Suddhatthak a Sutta. Pengetahuan tentang sistem-sistem kefilsafata n tidak dapat menyucikan seseorang dan terdapat kecenderung an untuk pecah dan berubah, tanpa sama sekali mencapai kedamaian batin. Namun, orang bijaksana tidak disesatkan oleh nafsu dan tidak berpegang erat pada sesuatu dalam Samsara.
Paramatthak a Sutta. Orang hendaknya tidak terlibat dalam perbantahan-perbantahan kefilsafata n. Seorang brahmana sejati tidak berbuat demikian dan mencapai Nibbana.
Jara Sutta. Dari sifat suka mementingka n diri sendiri muncul ketamakan dan kekecewaan. Bhikkhu yang diharapkan, “seorang yang tanpa rumah”, bersikap bebas dan tidak mencari pembersihan melalui orang lain.

Tisa Metteya Sutta. Sang Buddha menjelaskan jenis-jenis akibat yang tidak dikehendaki yang muncul dari kontak-kontak hawa nafsu.
Pasura Sutta. Kebodohan dari perdebatan-perdebatan di mana kedua belah pihak menghina atau mencemoohka n satu sama lain. Jika kalah, mereka menjadi tidak senang. Karena itu, hal itu tidak membawa penyucian.
Magandiya Sutta. Kembali Sang Buddha menekankan kepada Magandiya, seorang yang yakin akan kesucian melalui filsafat, bahwa kesucian hanya dapat terjadi karena kedamaian batin.
Purabheda Sutta. Kelakuan dan ciri-ciri seorang bijaksana sejati: kebebasan dari keserakahan, kemarahan, keinginan, nafsu, dan kemelekatan, dan senantiasa tenang, tenggang rasa, dan bermental seimbang.
Kalahavivad a Sutta. Perbantahan dan perdebatan timbul dari obyek-obyek yang dirasakan mendalam, dsb.
Culaviyuha Sutta. Uraian mengenai mazhab-mazhab filsafat yang berbeda semuanya saling bertentanga n tanpa menyadari bahwa Kebenaran itu satu.
Mahaviyuha Sutta. Para ahli filsafat hanya memuji diri mereka sendiri dan mengecam orang lain, tetapi seorang brahmana sejati tetap tidak tertarik kepada pencapaian intelektual yang meragukan itu dan karenanya tenang dan damai.
Tuvataka Sutta. Bhikkhu seharusnya memotong akar kejahatan dan keserakahan, mempelajari Dhamma, tenang dan penuh renungan, menghindari obrolan, kemalasan, dsb. dan dengan teliti memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan.
Attadanda Sutta. Orang bijaksana hendaknya tulus, tidak berbohong, sederhana, bebas dari ketamakan dan fitnah, bersemangat dan tanpa keinginan untuk memperoleh nama dan kemasyhuran .
Sariputta Sutta. Lagi-lagi, pada saat ini untuk menjawab pertanyaan Sariputta, Sang Buddha menetapkan prinsip-prinsip yang seharusnya mengatur kehidupan bhikkhu.

(5)  Parayanavag ga
Bagian ini terdiri atas enam belas dialog (puccha) antara Sang Buddha dan para brahmana dan bhikkhu pengikut:
Ajita,
Tissa Metteya,
Punnaka,
Mettagu,
Dhotaka,
Upasiva,
Nanda,
Hemaka,
Todeyya,
Kappa,
Jatukanni,
Bhadravudha,
Udaya,
Posala,
Mogharaja, dan
Pingiya.
Mereka semua menekankan perlunya membasmi keinginan, ketamakan (lobha), kemelekatan, pandangan-pandangan kefilsafata n, kenikmatan indria, kemalasan; dan tetap menjauh, tidak terikat, tenang, penuh perhatian, teguh dalam Dhamma – untuk mencapai Nibbana.

Penutup (Parayana Thuti Gatha)

6.  Vimanavatth u.
“Cerita-cerita mengenai rumah di surga” yang merupakan 85 syair dalam tujuh vagga mengenai pahala dan tumimbal lahir di alam-alam surga.

7. Petavatthu.
Terdiri atas 51 syair dalam empat vagga mengenai tumimbal lahir sebagai setan pengembara (peta) karena perbuatan-perbuatan tercela.

8. Theragatha.
“Syair tentang para bhikkhu senior” (thera), yang berisi 107 syair (1.279 gatha).

9. Therigatha.
“Syair tentang para bhikkhuni senior” (theri), yang berisi 73 syair (522 gatha).

10. Jataka.
Jataka atau Cerita Kelahiran merupakan kumpulan yang memuat 547 kisah yang dianggap sebagai cerita tentang kehidupan-kehidupan lampau Sang Buddha. Nidana Katha atau “Cerita tentang Garis Silsilah” adalah ulasan pengantar yang menguraikan kehidupan Sang Buddha sampai pembukaan Vihara Jetavana di Savatthi dan juga kehidupan-kehidupan lampaunya di bawah Buddha-Buddha terdahulu.

11. Niddesa.
Terbagi dalam (i) Mahaniddesa . sebuah ulasan mengenai Atthakavagg a dari Sutta-Nipata, dan (ii) Culaniddesa, sebuah ulasan mengenai Parayanavag ga dan Khaggavisan a Sutta yang juga dari Sutta Nipata. Niddesa ini sendiri diulas dalam Saddhammapa jjotika dari Upasena dan di situ dihubungkan dengan Sariputta.

12.     Patisambhidamagga.
Suatu analisa “Abhidhamma” tentang konsep dan latihan yang sudah disebutkan dalam Vinaya Pitaka dan Digha, Samyutta dan Anguttara Nikaya. Ini dibagi dalam tiga bagian: Maha-vagga, Yuganaddha-vagga, dan Pañña-vagga; tiap-tiap vagga memuat sepuluh topik (Katha).
Maha-vagga. Pengetahuan tentang ketidakkeka lan dan dukkha dari segala sesuatu yang terbentuk; Empat Kesunyataan Mulia; Sebab Musabab yang Saling Bergantunga n; empat kelompok alam kehidupan; pandangan keliru, Lima Kemampuan, tiga aspek Nibbana, kamma-vipaka, empat jalan menuju Nibbana.
Yuganaddha-vagga. Tujuh Faktor Penerangan, Empat Dasar Kesadaran, Empat Usaha Benar, Empat Kekuatan (kemauan, daya, pikiran, penyelidika n), Delapan Jalan Mulia, empat pahala dari kehidupan bhikkhu (Patticariya) dan Nibbana, 68 jenis kemampuan.
Pañña-vagga. Delapan Jenis Kelakuan (Cariya): sikap tubuh (berjalan, duduk, berdiri, berbaring), alat-alat indria, kesadaran, pemusatan pikiran (Jhana), Empat Kesunyataan Mulia, Empat Jalan menuju Nibbana, Empat Pahala dari kehidupan bhikkhu, dan lokattha (untuk meningkatka n kesejahtera an dunia).

13.    Apadana.
Kisah dalam syair tentang kehidupan lampau dari 550 orang bhikkhu dan 40 orang bhikkhuni.

14.    Buddhavamsa.
“Riwayat Para Buddha” yang di dalamnya Sang Buddha menuturkan cerita tentang kebulatan hatinya untuk menjadi Buddha, dan mengungkapk an riwayat dua puluh empat Buddha yang mendahuluin ya.

15.    Cariyapitaka.
Tiga puluh lima kisah dari Jataka dalam syair yang melukiskan tujuh dari Sepuluh Kesempurnaa n (Dasa Parami) – kemurahan hati, moralitas penglepasan, kebijaksana an, daya usaha, kesabaran, kebenaran, keteguhan hati, cinta kasih dan keseimbanga n batin.

ABHIDAMMA – PITTAKA

Sebelum diketahui isinya diduga bahwa Abhidhamma berarti ‘metafisika’. Kita kini mengetahui bahwa ini bukan filsafat yang sistematis, melainkan penyajian khusus tentang Dhamma seperti terdapat dalam Sutta-Pitaka. Pada umumnya, isinya terdapat dalam sutta-sutta, akan tetapi diuraikan dalam bagian ini dalam bentuk tanya-jawab yang terperinci.

Kebanyakan bersifat kejiwaan dan logika; di dalamnya, ajaran-ajaran pokok tidak dibahas tetapi diterima sebagaimana adanya.

1. Dhammasanga ni. “Perincian dhamma-dhamma”, yakni unsur-unsur atau proses-proses batin.
2. Vibhanga. “Perbedaan atau penetapan”. Pendalaman mengenai soal-soal di atas.
3. Dhatukatha. “Pembahasan mengenai unsur-unsur”. Mengenai unsur-unsur batin dan hubungannya dengan kategori lain.
4. Puggalapaññatti. “Penjelasan mengenai orang-orang”, terutama menurut tahap-tahap pencapaian mereka sepanjang Jalan.
5. Kathavatthu . “Pokok-pokok pembahasan”, pembahasan dan bukti-bukti kekeliruan dari berbagai sekte (aliran -aliran).
6. Yamaka. “Kitab pasangan”, yang oleh Geiger disebut logika terapan. Pokok masalahnya adalah psikologi dan uraiannya disusun dalam pertanyaan-pertanyaan berpasangan .
7. Patthana. “Kitab hubungan”, analisa mengenai hubungan-hubungan (sebab-sebab dan sebagainya) dari benda-benda dalam dua puluh empat kelompok.

PERDAGANGAN MANUSIA (HUMAN TRAFFICKING) DAN BUDDHISME

April 19, 2010

PERDAGANGAN MANUSIA (HUMAN TRAFFICKING) DAN BUDDHISME

Isu perdagangan manusia atau trafficking khususnya perempuan dan anak berapa bulan terakhir cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media massa tidak hanya sekedar menyoroti kasus-kasus tersebut saja akan tetapi juga lika- liku tindakan penyelamatan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara)

Trafficking disebabkan oleh beberapa hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda antara lain : rendahnya tingkat pendidikan, status sosial, kemiskinan (misalnya orang tua memiliki hutang dan harus membayar dengan tenaganya tanpa memberi upah), kurangnya wawasan, kurang memahami ajaran agama, dll.

Ada beberapa bentuk trafficking manusia yang terjadi pada perempuan dan anak-anak:

  1. Kerja paksa seks & eksploitasi seks – baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia.
    1. Pembantu rumah tangga (prt) – baik di luar ataupun di wilayah indonesia.
    2. Bentuk lain dari kerja migran – baik di luar ataupun di wilayah indonesia.
    3. Penari, penghibur & pertukaran budaya – terutama di luar negeri.
    4. Pengantin pesanan – terutama di luar negeri
  2. Beberapa bentuk buruh/pekerja anak – terutama di indonesia.
  3. Trafficking/penjualan bayi – baik di luar negeri ataupun di indonesia
  4. Bahkan ada juga yang diambil organ tubuhnya untuk diperjual-belikan

Sasaran yang rentan menjadi korban perdagangan perempuan antara lain:

  1. Anak-anak jalanan
  2. Orang yang sedang mencari pekerjaan dan tidak mempunyai pengetahuan informasi yang benar mengenai pekerjaan yang akan dipilih
  3. Perempuan dan anak di daerah konflik dan yang menjadi pengungsi
  4. Perempuan dan anak miskin di kota atau pedesaan
  5. Perempuan dan anak yang berada di wilayah perbatasan antar negara
  6. Perempuan dan anak yang keluarganya terjerat hutang
  7. Perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, korban pemerkosaan

Pelaku biasanya memberikan iming-iming yang menggiurkan sehingga korban mudah terpancing dengan iming-iming tersebut.

Untuk mencegah terjadinya trafficking, pemerintah hendaknya mengeluarkan undang-undang dan tindakan yang tegas bagi pelaku. Mengapa harus ada undang-undang trafficking?

  1. Trafficking adalah sebuah bentuk perbudakan
  2. Trafficking adalah kejahatan yang dilakukan di seluruh dunia termasuk Indonesia
  3. Dari kasus-kasus yang di Indonesia diketahui bahwa ribuan hingga jutaan orang indonesia rentan terhadap trafficking
  4. Pelaku trafficking menjadikan orang ingin bermigrasi baik di daerah lain di Indonesia maupun ke luar negeri sebagai mangsa mereka
  5. Hukum kurang efektif mendefinisikan traficking, untuk membuat jera pelaku ataupun untuk melindungi korban.

Seperti halnya beberapa hari yang lalu, sebanyak 15 orang korban trafficking dapat melarikan diri dan pulang ke indonesia. Dengan adanya kasus seperti ini, korban berhak menerima rehabilitasi kesehatan, sosial dan berhak mendapatkan bantuan hukum serta berhak mendapatkan restitusi dari pelaku atas kerugian harta benda atau penghasilan, penderitaan psikologis, biaya pengobatan maupun biaya lain yang dikeluarkan dan yang terpenting pelaku harus ditindak pidana agar jera.

Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni :

  1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atas untuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan;
  2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah dasar;
  3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan;
  4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha sendiri;
  5. Merubah sikap dan pola fikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking anak.

TRAFFICKING MENURUT BUDDHISME

Trafficking adalah sebuah bentuk kekerasan, yang dalam agama Buddha telah melakukan pelanggaran pada Pancasila Buddhis sila yang pertama yaitu memaksakan kehendak atau kekerasan identik dengan pembunuhan, melanggar sila yang ke-3 yaitu telah melakukan perzinahan (pemerkosaan pada anak di bawah umur maupun pada wanita yang bukan istrinya).

Dalam Maha Parinibbana Sutta juga dijelaskan, bahwa ada 7 syarat bagi kesejahteraan suatu bangsa yang salah satunya adalah melarang keras adanya penculikan-penculikan terhadap wanita-wanita.

Perdagangan makhluk hidup ataupun trafficking adalah termasuk dalam 5 jenis perdagangan yang harus dihindari menurut pandangan Buddhis, yang terdapat dalam Vyagha Pajja Sutta (A. III 207). Memperdagangkan makhluk hidup seperti pada praktik perbudakan, menjual bayi atau anak dan wanita, termasuk bisnis pelacuran adalah kejahatan. Orang yang melakukan kejahatan ini, akan menderita di kehidupan ini dan kelak akan terlahir di alam binatang akibat dari perbuatana dan kebodohannya.

KESIMPULAN

Dalam penanganan perdagangan perempuan dan anak, diharapkan keterlibatan berbagai pihak di dalamnya mulai dari pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, kalangan akademisi,  kelompok masyarakat, individu untuk dapat membantu korban perdagangan perempuan dan anak maupun untuk membantu memberikan dukungan dan tekanan terhadap pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak melindungi korban dan menjerat pelaku perdagangan. Kuatnya keyakinan terhadap ajaran agama, mengetahui akibat-akibat dari perbuatan yang dilakukan, dapat juga mengurangi terjadinya trafficking.

SARAN

Yang dapat anda lakukan jika saudara atau teman anda menjadi korban perdagangan (trafficking) berikan dukungan secara penuh, dan kumpulkan bukti-bukti dengan mencatat tanggal, tempat kejadian serta ciri-ciri pelaku. Serta pilih orang yang dapat dipercaya (keluarga)  untuk menceritakan permasalahan yang terjadi. Minta tolong untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib.

FILSAFAT BUDDHIS

April 8, 2010

FILSAFAT BUDDHIS

By : Erl Shi Jiu Zhen

Jenis Filsafat

  1. Ontologi           : “being”, ilmu tentang keberadaan “ada”

wilayah ontologi

–    Antropologi ilmu tentang manusia

–    Kosmologi ilmu tentang alamsemesta

–    Metafisik ilmu yang bertifat apstrak/ sesuatu dibalik yang Nampak

  1. Epistimologi      : ilmu tentang pengetahuan
  2. Nilai                 : ilmu tentang etika/ estetika

Pandangan-Pandangan Hidup

Pandangan Spiritualisme

–         segala sesuatu adalah jiwa atau kesadaran

–         tubuh hanyalah sebagai alat untuk jiwa

–         menekankan kehidupan setelah meninggal/ hidup yang sekarang perjuangan untuk akan dating/setelah kematian

Pandangan Hinduisme

–         hidup adalah untuk bertakwa kepada tuhannya

–         menekankan upacara-upacara dan pengorbanan-pengorbanan hal ini menimulkan reaksi dari kelompok paham lain seperti Carvaka, Buddhisme dan Janisme

Pandangan Buddhis

Buddhis mempunyai pandangan jalan tengah yaitu mengatasi jalan eksrim kiri(materialisme) dan eksrim kanan ( sepiritualisme )

Pandangan Buddhis mengenai Antropologi

–   Manusia terdiri dari perpaduan-perpaduan antara jasmani dan rohani

Pandangan Buddhis mengenai Kosmologi

–    alam semesta ini tidaklah terbatas dan segala sesuatunya adalah sunyata/ tidak kekal mengalami perubahan yang terus menerus/ mengalami efolusi

Pandangan Buddhis mengenai metafisik

–         keberadaaan sesuatu diluar jangkauan panca indra

Ciri keberadaan sesuatu menurut Buddhis

  1. Segala sesuatu adalah Anica/ tidak kekal/ selalu berubah
  2. Segala sesuatu adalah dukkha/ tidak memuaskan
  3. Segala sesuatu adalah anatha/ tanpa inti/ tidak ada yang berdiri sendiri/ tanpa ego

Kuan In Phu Sa

April 8, 2010

Kuan In Phu Sa

By: Erl shi jiu zhen

Kuan In Phu Sa sesosok Mahluk yang penuh kasih sayang dan belas kasih, seluruh masyarakat Buddhis di dunia sangat memujanya. Figure Kuan In Phu Sa sering kita jumpai di vihara amupun di kelenteng yang menggambarkan sesosok wanita dan tidak jarang umat Buddha peranggapan demikiaan, benarkah Kwan In Phu Sa seorang wanita?

Kuan In Phu Sa atau Avalokitesvara merupakan salah satu tokoh Bodhisatva dalam agama Buddha Mahayana yang sangat dikagumi, diagungkan dan dipuja oleh ratusan juta umat Buddha Mahayana pada kususnya. Beliau di agungkan dan dipuja jutaan umat manusia karena sesosok mahluk suci atau Bodhisatva yang mendengarkan keluh kesah penderitaan umat manusia yang merupakan manivestasi dari maitri karuna atau cinta kasih dan kasih sayang tanpa batas, yang digambarkan berbagai macam betuk dan cara untuk menolong mereka yang kesusahan. Kuan In Phu Sa sering digambarkan seorang wanita yang sebenarnya anggapan ini sangat keliru. Banyak umat Buddha dan masyarakat yang salah mengenai Kuan In Phu Sa kususnya dalam hal jenis kelamin.

Di dalam benak umat Buddha dan masyarakat Kuan In Phu Sa adalah sesosok wanita. Anggapan ini muncul karena banyak sumber yang menimbulkan tafsiran-tafsiran demikian, salah satunya keberadaan patung Kuan In Phu sa di Vihara-vihara dan kelenteng-kelenteng yang mencirikaskan sesosok wanita sehingga mereka mengangap Kuan In Phu Sa seorang wanita. Kuan In Phu Sa sebenarnya bukanlah seorang wanita maupun pria karena Kuan In Phu Sa adalah sesosok Bodhisattva yang telah mencapai bodhi atau pembebasan atrinya telah terbebas dari keinginan rendah atau nafsu birahi dimana dalam konsep agama Buddha bagi mahluk yang telah mencapai kebodhian dia tidak lagi mempunyai sifat wanita maupun pria atau sejenisnya atrinya tidak memiliki sifat jenis kelamin. Dengan demikian anggapan-anggapani ini perlu di luruskan agar masyarakat memahami sesunggunya siapa Kuan In Phu Sa itu kususnya Umat Buddha sendiri.

BEDAH PLASTIK DAN BUDDHISME

April 8, 2010

BEDAH PLASTIK DAN BUDDHISME

By:nawa vimsati virya

Bedah plastik pada zaman sekarang ini sangat diminati oleh orang yang mengutamakan penampilan. Salah satu alasan untuk melakukan operasi plastik, adalah karena ingin tampak lebih muda. Contohnya, Stanley Yacobs, seorang aktor Amerika yang kembali mendapat “order” segera melakukan operasi plastik. Ia mengatakan bahwa penampilan merupakan hal yang penting baginya.

Berbagai pendapat orang ada yang setuju dengan hal itu dan ada yang kurang setuju. Bagi yang kurang sejutu karena hal tersebut hasilnya buruk dari yang sebelumnya dan ada efek-efek yang bisa menimbulkan infeksi kulit. Tetapi bagi yang mereka yang pernah bedah plastik yang hasilnya bagus makin senang karena menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Hal di atas merupakan saling pro dan kontra antara yang satu dengan yang lain. Di bawah ini artikel mengenai bedah plastik dalam pandangan umum dan pandangan Buddhis.

Bedah Plastik Dalam Pandangan Umum

Bedah Plastik merupakan suatu cabang Ilmu Bedah yang mengerjakan operasi Rekonstruksi dan Estetik. Istilah ”Plastik” sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu plasticos yang berarti dapat diubah atau dibentuk bukan dengan menggunakan bahan dari plastik, tetapi dengan menggunakan bahan dari tubuh sendiri (lemak, tulang rawan, kulit,dan lain-lain) atau bahan artificial (implant) seperti silikon padat untuk memancungkan hidung atau silikon gel untuk membesarkan payudara.Operasi Rekonstruksi dan Estiket. apa yang membedakan operasi Rekonstruksi dan Estetik adalah dari tujuan prosedur pembedahan itu sendiri. Pada operasi rekonstruksi diusahakan mengembalikan bentuk/penampilan serta fungsi menjadi lebih baik atau lebih manusiawi setidaknya mendekati kondisi normal. Pada operasi estetik, pembedahan dilakukan pada pasien-pasien normal (sehat), namun menurut norma bentuk tubuh kurang harmonik (misalnya, hidung pesek), maka diharapkan melalui operasi bedah plastik estetik didapatkan bentuk tubuh yang mendekati sempurna.Yang perlu dipahami mengenai bedah plastik, adalah bukan permainan sulap, tindakan pembedahan sendiri didasarkan ilmu pengetahuan kedokteran khususnya mengenai luka dan proses penyembuhan yang berjalan alami. Penyembuhan luka dapat berlangsung sampai 12 bulan, dengan akan meninggalkan bekas luka,disinilah peran bedah plastik, dalam upaya menyembunyikan bekas luka sayatan atau meninggalkan bekas luka yang samar,yang berwewenang melakukan Bedah Plastik. yang diperbolehkan mengerjakan operasi Bedah Plastik adalah dokter yang sudah menjalani pendidikan Bedah Plastik yaitu mengikuti bedah dasar selama 2(dua) tahun dan bedah Plastik selama 3(tiga) tahun minimal.

Sering menjadi pertanyaan, apakah bedah plastik berbahaya? Selama tindakan dikerjakan oleh dokter spesialis bedah plastik dengan mengikuti hukum alam, proses penyembuhan luka maka tidak ada bahaya seperti yang sering terjadi di kalangan tenaga nonmedis (masyarakat awam, salon, dan sebagainya) yang berani menawarkan hasil yang instan dengan menggunakan bahan suntikan seperti silikon cair, kolagen untuk memancungkan hidung atau membesarkan payudara.Silicon cair sendiri telah lama ditinggalkan (1971) karena merusak kulit. Akibat reaksi kulit yang terjadi sering perlu dilakukan tindakan pembuangan jaringan di kemudian hari, sedangkan implan kolagen lebih bersifat untuk rejuvenasi kulit bukan untuk augmentasi dan perlu pengulangan tindakan setiap 3(tiga) bulan.

Berdasarkan proses penyembuhan luka, beberapa jenis operasi rekonstruksi maupun estetik perlu beberapa tahap operasi. Operasi pertama yang langsung mengatasi keluhan, operasi kedua untuk perbaikan atau refinement.Sesuai dengan kaidah proses alami penyembuhan luka sebaiknya ada jeda waktu antara tahap-tahap opersai 6-12 bulan.

Apakah Jenis-jenis Pembedahan Rekonstruksi Itu?

  1. Rekonstruksi kelainan bawaan seperti sumbing bibir dan langitan, hipospadi (alat kelamin    pria melengkung), hemangioma (kelainan pembuluh darah pada kulit).
  2. Cacat akibat trauma/kecelakaan seperti luka bakar, kontraktur akibat luka bakar, pengangkatan tumor, ablati payudara,
  3. Cacat karena Infeksi seperti noma, dimana penderita mengalami disfigurasi yang memprihatinkan,
  4. Bedah Kraniofasial dan bedah maksilofasial, khusus menangani kelainan bawaan bentuk kepala dan   muka (patah tulang muka akibat kecelakaan).
  5. Bedah mikro (seperti traumatik amputasi jari yang memerlukan penyambungan pembuluhDarah).

Sedangkan pembedahan Estetika dibedakan dalam dua (2) kategori yaitu pembedahan yang disebabkan proses penuaan, bertujuan memperbaiki struktur otot maupun kulit yang sedang mengalami proses degenerasi (kehilangan elastisitas sehingga kendur) seperti facelift atau pengencangan muka atau blepharoplasti (perbaikan kelopak mata). Saat ini, pandangan masyarakat tentang bedah plastik berorientasi hanya pada masalah kecantikan (estetik), seperti sedot lemak, memancungkan hidung, mengencangkan muka, dan lain sebagainya.Ruang lingkup bedah plastik sangatlah luas. Tidak hanya masalah estetika, tetapi juga rekonstruksi, seperti pada kasus-kasus luka bakar trauma wajah pada kasus kecelakaan, cacat bawaan lahir (congenital), seperti bibir sumbing, kelainan pada alat kelamin,serta kelainan congenital lainnya. Namun bukan berarti nilai estetika tidak diperhatikan. Dan  tindakan lengkap untuk melakukan kedua hal ini tentunya hanya bedah plastik. Akhir-akhir ini sering sekali dijumpai maraknya praktik-praktik bedah plastik ilegal. Baik yang dilakukan secara sembunyi ataupun secara terang-terangan. Kasus ini sering kita temui di salon-salon yang menawarkan jasa bedah plastik. Ramainya pelaku pembedahan dilakukan oleh pihak yang tidak professional.

Seringkali praktik-praktik ilegal seperti ini menimbulkan masalah pada pasien karena prosedur yang dijalankan tentunya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip bedah plastik. Sebagai contoh penggunaan bahan sintetis yang tidak tepat sehingga mengakibatkan efek samping. Setelah pasien mengalami efek samping yang parah, baru datang berkonsultasi dengan dokter spesialis bedah plastik, walaupun dalam kebanyakan kasus hal itu sudah terlambat untuk ditangani. Sudah menjadi tugas bersama, terutama para dokter spesialis bedah plastik untuk menyosialisasikan serta memberikan pendidikan kepada masyarakat awam tentang apa itu bedah plastik, ruang lingkup, serta perannya dalam berbagai masalah kesehatan di Indonesia. Sumber-sumber informasi dan pengetahuan mengenai bedah plastik seperti buku dan majalah yang secara khusus membahas mengenai bedah plastik, juga diperlukan agar masyarakat dapat mengetahui dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan bedah plastik.

Menurut dokter ahli bedah plastik RS. Dharmais dr. Irena Sakura Rini, menyebutkan, bedah plastik umumnya ada dua keilmuan, yakni bedah plastik estetik yang lebih menitik beratkan pada kecantikan, dan bedah plastik rekonstruksi yang ditujukan untuk memperbaiki jaringan yang rusak karena kelainan lahir, atau paska pengangkatan tumor:

Tips sebelum menjalankan bedah plastik sebagai berikut:
1. Cari tahu bedah plastik dan ahlinya yang benar;
2. Cari tahu apa saja resiko dari bedah plastik tersebut;
3. Perhatikan jenis bedah plastik yang bisa dan yang tidak bisa dilakukan;
4. Apa alasan Anda menjalani bedah plastic;
5. Apa saja persiapannya;
6. Jika Anda memiliki riwayat penyakit jantung, diabetes,anemia,hipertensi,dan penyakit kronis, sebaiknya menjalani perawatan panjang sebelum menjalankan, atau tidak melaksanakan sama sekali (jika itu adalah bedah estetik).

Bedah Plastik Dalam Pandangan Buddhisme

Bedah plastik menurut Buddhisme, hal ini tidak melanggar sila sepanjang memiliki tujuan yang positif atau bukan untuk penipuan. Contohnya: penjahat kabur kemudian mengubah wajahnya dengan tujuan orang tidak mengenal lagi sehingga ia lolos dari kejahatannya. Dalam agama Buddha, wanita yang mengubah kelamin menjadi pria tidak diperkenankan untuk menjadi bhikkhu. Selain itu pandangan agama Buddha setuju apabila bedah plastik untuk pengobatan, misalnya: bibir sumbing, luka bakar, atau penyakit kulit yang akibat dari kecelakaan maupun bawaan sejak lahir melainkan bukan agar kelihatan awet muda terus.

Buddhisme tidak melarang bedah plastik, tetapi apabila kita melakukan bedah untuk tujuan mempercantik diri berarti itu kurang sesuai dengan ajaran Buddha, karena hal tersebut telah muncul Lobha (keserakahan/ melekat pada objek). Jika bedah plastik itu berjalan dengan lancar dan hasilnya bagus, kita akan semakin melekat padanya. Tetapi apabila bedah plastik itu tidak berjalan dengan lancar atau hasilnya menjadi buruk dari yang sebelumnya, maka akan menimbulkan Dosa (kebencian/menolak objek). Apabila hal tersebut sudah terjadi maka akan timbul Moha (kebodohan batin) yang selalu mengikutinya.

Dalam Brahma Viharapharana, Buddha mengajarkan kita bahwa “Semua makhluk adalah pemilik perbuatan mereka sendiri, terwarisi oleh perbuatan mereka sendiri, lahir dari perbuatan mereka sendiri, berkerabat dengan perbuatan mereka sendiri, tergantung pada perbuatan mereka sendiri. Perbuatan apa pun yang mereka lakukan, baik atau buruk; perbuatan itulah yang akan mereka warisi” (Parita Suci, Yayasan Sangha Theravada Indonesia: 40). Dengan demikian kita tahu bahwa dalam ajaran agama Buddha, baik atau buruknya kondisi pada kehidupan ini merupakan akibat dari karma masa lampau (baik atau buruk). Tetapi untuk memperbaiki karma yang kurang baik, misalnya: memiliki wajah yang kurang cantik,tidak tampan, kulit hitam, dan sebagainya; bukan dengan cara bedah plastik walupun sebenarnya memiliki kesehatan jasmani dan rohani, melainkan memperbaiki perbuatan kita agar sesuai ajaran yang benar. Seperti yang tertulis dalam Dhammapada ayat 262 yang tertulis “Bukan karena wajahnya yang tampan yang menandakan seseorang dapat menyebut dirinya orang baik apabila ia masih bersifat iri, kikir dan suka menipu”. Jadi yang diutamakan dalam agama Buddha adalah jiwa yang baik.

KESIMPULAN

Bedah plastik tidak dilarang dalam pandangan Buddhis, sepanjang hal itu mempunyai tujuan yang baik, untuk pengobatan dan bukan untuk penipuan. Karena pada hakekatnya apa yang kita miliki harus disyukuri. Ketampanan, kencantikan bukanlah hal utama melainkan memiliki kesehatan dan jiwa yang baik itulah hal yang utama.

Mengendalikan Tubuh dan Pikiran

April 7, 2010

Mengendalikan Tubuh dan Pikiran

(Diterjemahkan bebas dari Ch’an Magazine, Edisi Winter 1999)

Berlatih Ch’an adalah berlatih Buddha-Dharma, dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam Buddha-Dharma selama ber-abad-abad juga berlaku dalam Ch’an. Beberapa prinsip ini adalah soal pengendalian tubuh dan pikiran. Mengendalikan tubuh dilakukan dengan mengatur makanan yang masuk, tidur dan pernapasan. Makanan seharusnya sederhana tetapi bergizi. Makanan juga seharusnya hanya mengisi perut kurang lebih 80 % dari rasa kenyang, tetapi jangan juga sampai membuat anda kelaparan. Makanan-makanan yang mempunyai rangsangan kuat, termasuk juga minuman yang membuat ketagihan sebaiknya dihindarkan.

Hindari juga tidur berlebihan dan juga tidur kekurangan. Untuk seorang praktisi yang serius biasanya tidur 4 sampai 6 jam pada malam hari sudah mencukupi. Anda seharusnya secara fisik aktif, tetapi juga jangan bekerja sampai kelelahan sampai energi anda habis. Kekurangan kegiatan akan membuat diri anda menjadi bebal dan malas.

Mengatur tubuh juga termasuk mengatur posisi yang tepat untuk meditasi. Ada tujuh poin yang berhubungan dengan hal ini. Yang pertama, kaki anda menyilang baik dalam posisi teratai penuh atau setengah teratai. Kedua, punggung dan leher tegak. Ketiga, telapak tangan kiri diletak-kan di atas telapak tangan kanan dan kedua ibu jari tangan bertemu membetuk bulatan oval. Ke-empat, dagu ditarik ke dalam. Kelima, mulut ditutup. Ke-enam, lidah menyentuh langit-langit atas dalam mulut. Ke-tujuh, arah mata (ditutup atau 20 % terbuka) diarahkan ke-bawah dengan sudut kira-kira 45 derajat terhadap lantai.

Mengatur napas, berarti napas anda harus natural dan halus. Jangan mencoba untuk mengontrol dengan paksa. Anda bisa menggunakan berbagai teknik pernapasan untuk menentramkan pikiran dan kalau memungkinkan bisa anda teruskan dengan teknik-teknik perenungan. Ada banyak teknik untuk menenangkan pikiran.

Untuk menenangkan pikiran, metode itu sendiri tidaklah cukup. Anda juga harus memiliki cara pandang dan konsep yang benar. Kita harus memberikan perhatian yang sama bobotnya baik pada cara pandang dan latihan. Jika anda berlatih tanpa memahami konsep-konsep Budhisme, anda akan berlatih ke arah yang salah. Demikian juga bila anda memahami konsep-konsep Buddhist tanpa berlatih, anda tidak akan dapat mendapatkan manfaat pengetahuan itu dalam hidup anda.

Walaupun Ch’an tidak bergantung pada kata-kata, tidak lah tepat juga dengan mengatakan kata-kata itu tidak berguna. Yang dimaksud sebenarnya bahwa ke-Buddha-an tidak-lah mungkin dijelaskan dengan kata-kata. Bagaimana anda menjelaskan hakekat ke-Buddha-an ? ke-Sunyata-an ? Bahkan penjelasan dalam Sutra, sebenarnya tidak cukup. Anda membutuhkan konsep-konsep, tetapi esensi utama dari latihan adalah untuk meng-aktualisasi-kan-nya dalam hidup anda dan untuk merasakan-nya sendiri dengan seluruh keberadaan anda. Saya dapat mengajar anda pandangan-pandangan Ch’an dan teknik-teknik Ch’an. Tetapi apakah anda mau berlatih atau tidak itu sepenuhnya terserah pada anda

Menjaga Stabilitas Dalam Kehidupan Sehari-hari

April 7, 2010

Menjaga Stabilitas Dalam Kehidupan Sehari-hari

(Diterjemahkan dari : Ch’an Magazine, Spring 98 , Dharma Drum Mountain Buddhist Association, New York)

Meditasi bukan merupakan akhir dari segalanya. Meditasi mempunyai tujuan untuk membantu kita dalam kehidupan kita sehari-hari, untuk membantu kita menjaga pikiran yang stabil.

Banyak orang mencari pertolongan dari luar dirinya. Mereka mungkin berdoa kepada mahkluk-mahkluk suci atau pada pertolongan orang lain, tetapi itu semua sebenarnya tidak dapat diandalkan. Seseorang harus menolong dirinya sendiri dengan kekuatan tekad dan keyakinan. Karena dua aspek pikiran ini sangat sulit untuk dimunculkan, kita perlu meditasi. Meditasi mengajarkan kita untuk memfokuskan dan menenangkan pikiran, sehingga kita dapat mengembangkan kekuatan tekad.

Kita seharusnya mencoba untuk menjaga pikiran yang stabil dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang kita lakukan dalam meditasi. Jika kita dapat mengembangkan kemampuan ini, percaya diri akan muncul secara alami. Jika anda memiliki kekuatan tekad dan percaya diri, anda dapat menyelesaikan apa yang harus anda lakukan. Anda dapat menolong anda sendiri.

Jika anda bermeditasi setiap pagi, anda akan secara bertahap menjadi lebih mampu untuk menjaga kejernihan dan stabilitas sampai malam hari karena anda memulai hari anda dengan pikiran yang stabil. Selain itu, anda mungkin sering menemukan diri anda dalam situasi yang membangkitkan emosi anda. Anda mungkin kebingungan atau terpengaruh oleh lingkungan, dan kekotoran bathin mungkin akan muncul. Ada dua pendekatan terhadap gangguan ini yang mungkin dapat membantu. Yang pertama adalah menempatkan diri anda di luar situasi. Tetap terus berinteraksi dengan orang lain dan lakukan apa yang harus dilakukan, tetapi bertindaklah dengan sepenuhnya berdasarkan pandangan yang obyektif. Tinggalkan ego anda dan lihatlah sesuatu secara obyektif. Jika seseorang memaki anda, jangan berpikir ” Saya dilukai, Saya dimaki, Saya dalam situasi ini”, tetapi cobalah berpikir “Orang ini, dalam situasi ini, sedang mengalami masa-masa yang sulit” Letakkan posisi anda di luar ego anda dan cobalah menyelesaikan persoalan dari sudut pandang itu. Berlatihlah untuk melihat situasi secara obyektif.

Pendekatan yang kedua terhadap hal yang mengacaukan pikiran anda adalah menarik perhatian anda ke dalam dan pelajari reaksi mental anda. Lihat-lah apakah anda sedang marah, gembira, penuh nafsu atau memiliki reaksi emosional yang lain. Gunakan kekuatan kesadaran. Pada saat anda mengenali kondisi mental anda, kecemasan anda akan secara bertahap makin berkurang. Ini sebenarnya suatu cara untuk meneliti diri anda. Pada pendekatan pertama anda meneliti diri anda secara utuh di tengah-tengah situasi yang anda hadapi, dan pada pendekatan kedua anda meneliti kondisi mental anda dan menjaga kesadaran akan kondisi mental anda. Kedua pendekatan itu membuat anda mampu mengubah situasi yang tidak baik menjadi kesempatan untuk berlatih dan membuat anda mampu menjaga pikiran yang jernih dan tenang. Dengan cara ini, anda akan tidak akan terombang-ambing oleh situasi di sekitar anda.

Pentingnya Konsep dan Metode

April 7, 2010

Pentingnya Konsep dan Metode

(Diterjemahkan dari : Ch’an Magazine, Summer 1998, Dharma Drum Mountain Buddhist Association, New York)

Untuk berlatih Ch’an, pertama kita memerlukan konsep untuk membimbing kita dan kita memerlukan metode untuk menolong kita. Konsep, atau pandangan benar, akan membimbing setiap langkah kita dalam berlatih sehingga kita dapat bergerak maju ke arah yang benar. Kita selalu kembali ke pandangan yang benar untuk mengingatkan kita akan jalan yang benar, dan kita menggunakan metode latihan kita untuk berlatih secara terus menerus. Dengan cara ini kita akan mendapatkan manfaat dari pandangan benar dan metode tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari, untuk kebaikan tubuh maupun pikiran.

Apakah yang dimaksud dengan konsep dan metode latihan ? Bagaimana kita mempraktekkannya ? Konsep Ch’an digunakan untuk membetulkan perilaku mental kita. Jika kita merasa putus asa, frustasi atau tidak seimbang dalam hidup kita sehari-hari sehingga kita tidak dapat mempraktekkan metode kita sama sekali, konsep ch’an dapat menolong menentramkan kita. Sehingga pada awal latihan kita bisa menggunakan konsep untuk menolong kita. Konsep apakah yang harus kita terapkan pada saat-saat seperti itu ? Kita harus menganggap hal-hal buruk yang kita alami, sebagai pembayaran karma yang kita perbuat di masa lampau. Tidak ada gunanya kita mengkhawatirkannya atau merasa tidak nyaman terhadapnya, sehingga kita lebih baik hanya membiarkannya lewat saja. Kita juga harus menahan diri untuk tidak terlalu khawatir tentang masa depan. Jika kita tidak dapat menyelesaikan masalah kita sekarang ini, terus menerus mengkhawatirkannya tidak akan bermanfaat. Mengenali bekerjanya hukum karma seharusnya dapat menghilangkan kecemasan kita tentang masa lalu dan masa depan. Pandangan yang benar ini akan membuat pikiran dan tubuh kita menjadi tenang. Dan jika kita telah tenang, kita dapat menerapkan metode latihan kita.

Setelah pikiran kita stabil dan tenang, kita menggunakan metode praktek meditasi, seperti menghitung napas, huatou atau penyerapan diam (jepang = shikantaza), sehingga pikiran kita tidak akan menjadi malas atau lemah. Jika kita dapat terus menerus menerapkan metode praktek kita, akhirnya kita akan dapat menyatukan pikiran kita atau bahkan mencapai samadhi, suatu tahap konsentrasi yang sangat tinggi. Kita dapat melatih pikiran kita untuk tetap stabil. Kemudian kita dapat meneliti diri kita dengan lebih obyektif untuk memecahkan masalah-masalah kita. Ini disebut kebijaksanaan. Tetapi kita dapat mempraktekkan metode latihan secara efektif hanya setelah pikiran kita stabil dan tubuh kita seimbang. Oleh karena itu pada permulaan kita harus melatih pandangan benar.